Pemerintah menetapkan 11 sektor usaha tambahan penerima insentif pajak dengan tujuan memperkecil resiko gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat bisnis yang anjlok akibat terpukul dampak pandemi Covid-19. Sudah sekitar 1,5 juta pekerja yang dirumahkan dan dikenai PHK.
"Perluasan penerima insentif pajak ini dibutuhkan untuk menstimulasi sektor-sektor usaha yang mengalami pukulan sangat besar," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers virtual, Jumat (17/4/2020), di Jakarta.
Praktisi Koperasi Milenial dan Ekonomi Kerakyatan Frans Meroga Panggabean mengapresiasi langkah perluasan 11 sektor usaha yang akan menerima insentif pajak berupa PPh 21 ditanggung pemerintah bagi penghasilan maksimal Rp 200 juta/tahun, pembebasan PPh impor, pengurangan PPh badan usaha sebesar 30%, serta percepatan restitusi PPN ini.
"Dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 ini akan sangat dahsyat memukul dunia usaha. Banyak prediksi mengatakan bahwa resesi ekonomi akan terjadi secara global. Biarpun kita semua harus tetap optimis yang terbaik, sesuai perhitungan IMF bahwa Indonesia diyakini tidak akan mengalami pertumbuhan ekonomi sampai minus," ujar Frans di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Meski mengapresiasi langkah pemerintah, Wakil Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nasari ini menyayangkan kenapa dalam tambahan 11 sektor usaha yang mendapat insentif relaksasi pajak ini tidak termasuk industri jasa keuangan, terutama bagi lembaga keuangan mikro.
"Saya sampai berulang membaca daftar 11 sektor usaha tambahan itu, tapi tetap tidak termasuk industri jasa keuangan. Apakah karena selama ini termasuk penyumbang pajak terbanyak bagi negara, jadi pemerintah enggan kehilangan pendapatan pajak dari industri jasa keuangan," katanya.
Lembaga Keuangan Mikro Paling Terdampak Pandemi Covid-19
Direktur Eksekutif Generasi Optimis Research and Consulting (GORC) ini berkata bahwa harus dilakukan mitigasi sesegera mungkin sebelum pandemi ini meluluhlantakkan sistem jasa keuangan, bahkan lebih parah dari krisis 1998 karena seluruh sendi ekonomi terdampak dari sisi produksi dan konsumsi, juga sektor UMKM dan informal.
"Melalui Perppu No. 01/2020, relaksasi dan stimulus diberikan demi stabilitas sistem jasa keuangan ditengah hantaman pandemi. Kebijakan itu mungkinkan debitur menunda angsuran hingga 12 bulan, tapi kolektibilitas kredit tetap dianggap lancar," tambahnya.
Meskipun tak berpengaruh terhadap kinerja KSP Nasari, Frans memperjuangkan aspirasi sesama gerakan lembaga keuangan mikro lain, di mana penundaan pembayaran kredit pasti akan menggerus likuiditas dan keuntungan. Bagi lembaga keuangan mikro, pembayaran yang ditunda juga akan membuat kehilangan pendapatan bunga selama periode restrukturisasi pinjaman.
"Sebenarnya secara khusus KSP Nasari tidak terpengaruh karena hanya memberikan kredit bagi pensiunan yang dibayarkan gajinya oleh APBN. Tapi suara teman-teman gerakan koperasi ingin agar dana yang telah disiapkan pemerintah senilai Rp 150 triliun sebagai dana pemulihan ekonomi nasional dapat dimanfaatkan juga oleh koperasi," lanjut Frans.
Frans mengkritisi pemerintah, mengapa semua kebijakan insentif dan stimulus tersebut hanya diperuntukkan bagi sektor perbankan. Padahal yang paling dekat dan langsung berhubungan dengan para pelaku UMKM dan sektor informal adalah lembaga keuangan mikro seperti Koperasi Simpan Pinjam.
"Bila sebagian kecil saja debitur yang minta restrukturisasi kredit, bukan masalah besar. Tapi jika pandemi ini berkepanjangan serta pasti berimbas pada UMKM dan informal, bagaimana nasib para gerakan koperasi membayar semua biaya operasional, gaji karyawan, apalagi segera dihadapkan pada tanggung jawab membayar THR," ucapnya.