DPR mencecar pimpinan bank bumn yang dinilai setengah hati dalam mengimplementasikan kebijakan restrukturisasi kredit atau meringankan cicilan bagi nasabah yang terdampak COVID-19. Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menjelaskan banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan relaksasi pinjaman dari bank pelat merah.
"Persoalan utama adalah banyaknya keluhan pelaku UMKM yang tidak bisa mendapatkan relaksasi. Jadi bukan hanya daerah-daerah. Daerah banyak sekali. Di Jakarta juga menjerit," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) virtual dengan Himbara, Kamis (30/4/2020).
Yang dia tahu, perbankan diperkenankan untuk melakukan relaksasi kredit UMKM hingga Rp 1.100 triliun. Namun yang sudah dikucurkan oleh bank BUMN baru Rp 87 triliun.
"Nah dari data memang kelihatan bahwa relaksasi yang sudah dilakukan terhadap UMKM itu hanya Rp 87 triliun dari Rp 1.100 triliun yang dialokasikan untuk kredit UMKM. Berarti hanya 7% lebih. Berarti masih ada 93% yang tidak mendapatkan relaksasi kredit," ujarnya.
Dia menjelaskan memang tidak semua UMKM membutuhkan relaksasi kredit. Tapi angka Rp 87 triliun dianggap sangat kecil.
"Kayaknya hampir mustahil kalau sekarang hanya 8% dari pelaku UMKM yang terkena masalah dan saya yakin itu angkanya sudah di 60%. Berarti dari sini kita bisa melihat bahwa kebutuhan dana untuk relaksasi bagi pelaku UMKM adalah sekitar 50%. Berarti kita bisa menilai bahwa itu sudah mencapai Rp 500 triliun. Padahal yang sudah digelontorkan Himbara itu hanya 8%," jelasnya.
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Patijaya juga mencecar hal serupa. Dia menilai bahwa disubsidinya bunga pinjaman oleh pemerintah sangat membantu para pelaku UMKM. Namun permasalahan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana penyelesaian restrukturisasi pinjaman tersebut oleh pihak perbankan.
Bambang mengaku mendapat banyak aduan dari masyarakat soal sulitnya mengurus relaksasi kredit dari perbankan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami merasa bahwa belum semua nasabah ini tersentuh oleh program-program seperti ini. Pada akhirnya mereka selalu berkeluh kesah, resah, kemudian bagaimana harapannya agar mendapat program ini," tambahnya.
(toy/hns)