Program restrukturisasi kredit perbankan atau meringankan cicilan adalah upaya pemerintah dalam rangka mencegah dampak virus Corona (COVID-19) semakin melebar ke perekonomian. Keringanan itu diberikan baik kepada masyarakat, UMKM, bahkan untuk koperasi pun disiapkan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan, untuk melaksanakan program tersebut hingga tuntas bank-bank membutuhkan likuiditas yang cukup besar, bahkan hampir Rp 600 triliun.
"Misalnya untuk restrukturisasi kredit UMKM dengan penundaan angsuran pokok 6 bulan, itu kira-kira kebutuhan likuiditas berapa? Kurang lebih Rp 140-160 triliun. Kalau seluruh kredit UMKM direstrukturisasi. Nah bagaimana kredit koperasi dan komersial? Kalau misalnya ada penundaan pokok selama 6 bulan, kurang lebih kebutuhan dananya Rp 400-425 triliun. Ini kalau seluruh kredit," ungkap Perry dalam rapat kerja gabungan dengan Komisi XI, Kemenkeu, OJK, dan LPS, Rabu (6/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memperoleh likuiditas tersebut, salah satu caranya yakni pemerintah menempatkan dana di perbankan dari hasil penjualan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh BI.
"Pemerintah bisa menempatkan dana di bank-bank itu untuk penambahan likuiditas.Nah penambahan likuiditas dengan menempatkan dana di bank-bank ini dananya dari mana? Nah di sinilah mekanisme pembelian SBN dari BI ke pemerintah," terang Perry.
Cara lain yakni bank merepokan SBN yang saat ini diperkirakan berada di perbankan mencapai Rp 700 triliun-Rp 750 triliun. Namun, menurut Perry perbankan hanya bisa merepokan Rp Rp 52 triliun-Rp 56 triliun dari SBN yang ada.
"Di perbankan kan ada SBN kurang lebih Rp 700-750 triliun, nah ini kami tahu tidak semua bisa direpokan ke BI, supaya manajemen likuiditas bank itu masih bisa prudent. Taruhlah Rp 52-56 triliun dari SBN itu setelah direpokan," jelas dia.
(fdl/fdl)