2020 menjadi tahun penuh ketidakpastian terutama soal ekonomi. Goresan tidak mulus pada perekonomian Indonesia berdampak pada kehidupan nelayan di perbatasan, salah satunya di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Traveler yang ingin berkelana menemukan pulau perawan, Anambas lah tempatnya. Laut biru, pasir putih, ragam koral, biota laut yang melimpah serta sunyinya pulau tropis menjadi daya tarik tersendiri.
Pesona lain yang tak kalah indahnya yakni pemandangan pesisir pulau. Deretan warna-warni rumah penduduk yang terapung bak bersandar di bukit yang hijau, sungguh menenangkan dan mempesona. Di samping dermaga berjejer pula kapal-kapal nelayan sebagai kendaraan utama masyarakat Anambas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, Anambas tak luput dari musim yang ekstrem.
Menurut Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris, terdapat dua musim yang sering diwaspadai oleh para nelayan lokal. Musim utara dan musim barat. Pada musim tersebut Kepulauan Anambas sangat terbatas untuk pergerakan di laut maupun antarpulau.
"Bagi masyarakat yang berdiam di pulau terpencil dan jauh, mereka biasanya harus menunggu waktu yang tenang dan teduh untuk bisa mengarungi laut dan menangkap ikan," ujar Haris kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Pemerintah setempat, kata Haris, senantiasa membantu perekonomian nelayan lokal melalui berbagai program, di antaranya penyediaan pompong atau perahu hingga perlengkapan alat tangkap seperti radar ikan, radar karang, radar laut dan lainnya melalui APBD.
"Tujuan akhirnya untuk meningkatkan ekonomi daerah termasuk masyarakat itu sendiri dengan adanya bantuan-bantuan tersebut kita berharap produksi dari penangkapan ikan oleh nelayan itu semakin bertambah dan semakin banyak," harapnya.
Senada dengan Abdul Haris, marketing analisis mikro, atau yang biasa disebut mantri bank pun turut serta membantu membuka jalan usaha para masyarakat termasuk nelayan di Anambas. Tapi jangan bayangkan pekerjaan mereka sama seperti di kota-kota besar di Indonesia pada umumnya.
Mantri Teras BRI Kapal Derry Imanda Prima misalnya, dalam menjangkau harapan ekonomi nelayan lokal ini, dia harus menempuh perjalanan bermil-mil menggunakan kapal. Terombang-ambing derasnya air laut Anambas sudah menjadi kebiasaannya.
"Tantangannya kebanyakan lebih di alam ya, karena kontur wilayah di Kabupaten Anambas ini kebanyakan lautan, kemudian daratannya juga berbukit-bukit jadi kita harus punya insting dan mental yang tangguh," terangnya.
![]() |
Selama 4 hari detikcom pun mengikuti aktivitas para mantri tanpa henti di Teras BRI Kapal yang beroperasi di 5 kepulauan, yaitu Lingai, Bayat, Telaga Kecil, Keramut, serta Tarempa. Adapun jadwal pelayarannya setiap Senin hingga Jumat per hari satu pulau.
"Tantangan yang berat itu ombak karena di wilayah Kepulauan Anambas ini ombaknya cukup besar dan tinggi, meskipun di musim tenang dengan tidak ada angin terkadang juga kita menghadapi ombak sekitar dua tiga meter," ungkapnya.
Kendati demikian, kata Derry, pelayanan perbankan tetap dilakukan meskipun banyak risiko yang harus dilalui. Itu dilakukan semata-mata demi terbukanya jalan pertumbuhan ekonomi Anambas termasuk para nelayan.
"Kalau ombak besar seperti itu, kita rasa masih bisa ditempuh ke pulau kita jalanin. Meskipun kita jalannya memutar lebih lama, atau kita mengikuti jalur ombaknya nggak usah kita lawan yang penting kita sampai dengan selamat dan bisa bantu masyarakat mendapat akses perbankan," jelasnya.
Salah satu nelayan lokal di Pulau Bayat Maspani menjadi orang pertama yang menerima KUR BRI lewat Teras BRI Kapal. Ia pun merasa terbantu dengan kehadiran Teras BRI Kapal yang memudahkannya mendapat akses perbankan lebih mudah.
"Biasanya nabung sisa hasil tangkap ikan ke BANK BRI itu harus ke Tarempa, bisa sampai dua jam lebih bolak-balik ke sana, tapi sekarang sudah mudah tinggal nunggu (di rumah), pinjam KUR juga lebih cepat," katanya.
"Dan saya orang pertama yang dapat KUR BRI di Kapal ini. Jadi ini sudah pinjaman KUR yang ketiga. Pinjaman pertama dan kedua itu di Bank BRI Tarempa dapat Rp25 juta, Rp25 juta, itu untuk pompong (penyedian kapal)," ungkapnya.
Sementara hasil KUR atau pinjaman ke tiga senilai Rp 30 juta tersebut digunakan Maspani untuk membeli alat tangkap ikan yang lebih modern. Itu untuk mempermudahnya mencari dan menemukan karang tempat ikan berkumpul.
"Saya bersyukur pencairannya cepat langsung ke tangan saya, sehingga bisa saya gunakan untuk keperluan menangkap ikan di laut supaya lebih mudah," pungkasnya.
(mul/mpr)