Pengumuman BPK soal Kinerja Bank Bisa Bikin Resah Masyarakat

Pengumuman BPK soal Kinerja Bank Bisa Bikin Resah Masyarakat

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 15 Mei 2020 22:00 WIB
Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Jatim
Foto: Rois Jajeli
Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sempat mengumumkan kinerja 7 bank yang kurang diawasi dengan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tengah pandemi COVID-19.

Ekonom menilai hal yang disampaikan oleh BPK ke publik dikhawatirkan menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengatakan, memang pengawasan terhadap institusi negara termasuk OJK memang sudah menjadi tugas BPK.

Hal ini baik sebagai mekanisme pengawasan agar lembaga negara melaksanakan tugasnya secara optimal.

Namun menurut dia BPK harus bisa lebih hati-hati untuk menyampaikan hasil auditnya ke publik. Hal ini agar tidak meresahkan masyarakat. Apalagi di kondisi pandemi seperti saat ini.

"Dalam konteks pengawasan ke perbankan, adanya penyebutan nama-nama bank secara langsung memang bisa menimbulkan risiko persepsi keliru di masyarakat," kata Eko, Jumat (15/5/2020).

Menurut dia, kedua lembaga negara seperti BPK dan OJK harus memperbaiki pola penyampaian hasil pengawasannya ke publik. Hal ini karena umumnya sebelum hasil pengawasan disampaikan, tentunya ada tahap klarifikasi dari BPK ke OJK.

Dari penyampaian yang dilakukan BPK, Eko mempertanyakan apakah proses-proses klarifikasi ini telah dilakukan dan kemudian lembaga yang diawasi OJK tidak memberikan jawaban secara memadai dan dilakukan klarifikasi.

"Klarifikasi untuk sektor perbankan yang sifatnya highly regulated sangat penting. Meskipun setahu saya tidak ada larangan nama individual bank disebutkan. Namun aspek hukumnya tentu sudah dipertimbangkan BPK. Hal yg sama pernah terjadi ketika menyatakan kasus jiwasraya sistemik, padahal biasanya yang mengumumkan sistemik adalah KSSK," jelas dia.

Kemudian Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menyatakan, terkait temuan BPK tentang 7 bank yang kurang diawasi kurang baik oleh OJK, akan berdampak bagi bank yang disebut namanya oleh BPK tersebut.

Hal ini karena nasabah perbankan di Indonesia umumnya cenderung menghindari risiko. Maka dari itu, dirinya mengusulkan agar BPK bisa memberikan rekomendasi kepada 7 bank yang disebut BPK sehingga lebih seimbang.

"Tentu ada implikasi terhadap bank yang namanya disebut. Perilaku nasabah Indonesia secara umum menghindari risiko. Tapi saya pikir akan lebih seimbang apabila saat itu BPK juga menyuarakan rekomendasi penyelesaiannya atas temuannya itu. Pun itu tentang temuan atas suatu kinerja di masa lalu," tambahnya.

Wisnu menjelaskan, bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini masih cukup aman dan belum krisis. Berdasarkan data OJK, stabilitas sektor jasa keuangan masih cukup terjaga, yang tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 21,72% per Maret 2020. Sedangkan untuk risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan juga masih terjaga pada level 2,77%.

"Yang terpenting adalah ketersediaan likuiditas di sektor keuangan nasional, dan kondisi saat ini mencukupi. Tentu hal ini tidak lepas dari peran regulator yang memastikan dan memberi stimulus masif, sehingga likuiditas terjaga. Sebagai gambaran, ekses likuiditas valas di pasar uang masih sekitar US$14 miliaran," jelas dia.

Sebelumnya, berdasarkan audit BPK yang dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019, disebutkan bahwa ada tujuh bank seperti Bank Muamalat, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Banten, Bank Papua, Bank Mayapada, Bank Yudha Bhakti dan Bank Bukopin, yang dikaitkan dengan kurangnya pengawasan dengan kadar masalah yang berbeda. Pasalnya, kadar permasalahan ada pada kurangnya pengawasan dari OJK sehingga menyebabkan permasalahan di perbankan.

Hingga kini, atas laporan BPK tersebut, Direktur Utama Bank Bukopin menyatakan pengawasan tersebut atas laporan per 31 Desember 2017, sehingga tidak mencerminkan kondisi terkini. Transaksi pembelian cessie piutang Bank BTN yang disebut dalam audit BPK juga telah sejak 2019 dinyatakan selesai dan lunas.

Corporate Secretary Bank BTN Achmad Chaerul yang ketika itu menjabat mengatakan fasilitas tersebut telah lunas pada 5 Maret 2019. "Secara bisnis, pemberian dua fasilitas perbankan tersebut telah selesai," kata dia.


(kil/dna)

Hide Ads