Marak Gagal Bayar di Tengah Pandemi, Pertanda Apa?

Marak Gagal Bayar di Tengah Pandemi, Pertanda Apa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 25 Jun 2020 14:57 WIB
Bank Indonesia (BI) dan Bareskrim Polri hari ini memusnahkan 50.087 lembar uang rupiah palsu di kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (26/2).
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Sejumlah kasus gagal bayar di industri keuangan Indonesia memberikan pengaruh negatif untuk pemerintah yang saat ini sedang menjaga kondisi ekonomi nasional yang tertekan akibat pandemi COVID-19.

Dibutuhkan langkah strategis untuk menuntaskan kasus gagal bayar sehingga tak menjadi beban baru untuk pemerintah di situasi yang berpotensi resesi ini.

Analis pasar modal dari Avere Mitra Investama, Teguh Hidayat mengatakan kasus gagal bayar yang terjadi saat ini akan menghambat upaya pemerintah sendiri dalam memasyarakatkan pasar modal.

"Dampaknya bisa dilihat dari volume transaksi menjadi sepi dan turunya kepercayaan dari masyarakat," kata Teguh, Kamis (25/6/2020).

Sekadar informasi sejak mewabahnya virus Corona di sejumlah negara termasuk Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan yang cukup signifikan atau turun 20,99% dari posisi 6.283 pada awal tahun, menjadi 4.964 pada penutupan Rabu (24/6). Bahkan, posisi IHSG sempat menyentuh level 3.937 atau amblas 37,33% pada Selasa (24/3).

Kemudian untuk memitigasi risiko gagal bayar di industri keuangan Indonesia, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah dan otoritas bisa dimulai dengan mendengar masukan dari sejumlah ekonom maupun pelaku pasar.

Menurut dia, dengan ekslusifnya sikap pemerintah dan regulator yang ditunjukkan selama ini, ia pun tidak heran jika kasus gagal bayar di produk reksadana, asuransi dan obligasi akan menambah beban pemerintah di tengah ancaman resesi pasca pandemi virus Corona.

"Memang belakangan otoritas dan seterusnya sudah mulai mendengar masukan-masukan dari pelaku pasar. Tapi dulunya saya dan teman teman nggak pernah digubris ketika memberi masukan," imbuh dia,

Buka halaman selanjutnya>>>>

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Kemudian otoritas keuangan juga harus memperbaiki tata kelola sekaligus pengawasan di pasar modal.

Dengan memperbaiki tata kelola dan pengawasan, dia bilang sudah barang tentu akan memunculkan persepsi baru di benak investor pasar modal bahwasanya pemerintah dan otoritas mulai melakukan bersih-bersih di industri keuangan Indonesia.

"Dan sudah tepat jika penegakan hukum terhadap dugaan korupsi di Jiwasraya dan kasus pasar modal lainnya harus dijadikan momentum perbaikan tata kelola. Karena di sisi lain, sejak tahun 2015 Kami gencar menggaungkan investasi di pasar modal, mempromosikan investasi, jadi sekarang bagusnya masyarakat sudah melek investasi," jelas dia.

Karena itu, seluruh elemen untuk harus bisa mendukung adanya perbaikan tata kelola di pasar modal.

"Soalnya kasus gagal bayar tidak cuma Jiwasraya, tetapi ada EMCO Asset Management, Minna Padi, Indosurya, banyak lagi. Meskipun tiap perusahaan punya cerita macam-macam hingga gagal bayar, tapi pangkal masalahnya adalah 2 hal. Pertama mereka menjanjikan bunga fixed, kemudian pasar modalnya memang lagi tidak bagus, ditambah kurang ketatnya tata kelola," imbuhnya.



Simak Video "Waktunya Gen-Z Beralih ke Investasi Hijau"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads