Mengacu data Statistik OJK per November 2019, total ada 225 jumlah dapen (termasuk dapen BUMN) di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 159 adalah dapen menjalankan PPMP, sementara hanya 41 menjalankan PPIP. Sisanya 25 dapen adalah jenis DPLK (dana pensiun lembaga keuangan) yang bisa didirikan oleh bank dan perusahaan asuransi jiwa.
Adapun jumlah peserta dapen pada periode itu mencapai 4,64 juta orang, terdiri dari dapen yang jalankan PPMP 1 juta peserta, dan PPIP 392.300 peserta, dan DPLK paling banyak yakni 3,24 juta peserta.
Suheri mengatakan saat ini terdapat 37 perusahaan BUMN yang mengelola dapen dengan dana kelolaan sebesar Rp 100 triliun.
Menurut Suheri, persoalan investasi juga menjadi kendala. Dia menyebutkan, kriteria investasi yang biasa dilakukan oleh pengelola dapen biasanya telah disesuaikan dengan karakteristik program yang dimiliki oleh perusahaan.
"Dari situ muncul portofolio yang beda. Kalau disatukan program beda tapi portofolio sama, apa kemudian bisa memenuhi masing-masing rumus dan formula dari masing-masing pendiri," tegasnya.
Meski demikian, menurut Suheri, rencana Menteri BUMN Erick Thohir mengkonsolidasikan dapen dinilai dapat membuat pengelolaan dapen di bawah BUMN menjadi lebih efisien.
"Pak Erick mengatakan setelah kejadian beberapa asuransi jiwa, timbul ide pemikiran. Penggabungan ini ide cukup bagus, terutama dari segi efisiensi," kata Suheri.
Akan tetapi Suheri menilai, jika tujuannya untuk meningkatkan penetrasi pasar dan memperbesar industri dana pensiun, konsolidasi bukan menjadi langkah yang tepat.
Simak Video "Video: Eks Dirut Dana Pensiun Bukit Asam Divonis 9 Tahun Bui di Kasus Korupsi"
[Gambas:Video 20detik]