Bank Indonesia (BI) menyebut kondisi likuiditas dan suku bunga pasar uang masih tetap memadai dengan strategi operasi moneter. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan hingga 14 Juli 2020 BI telah menyuntikkan likuiditas atau quantitaive easing sebanyak Rp 633,24 triliun.
Quantitative easing ini terdiri dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rp 155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp 462,4 triliun. Quantitative easing adalah salah satu kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral untuk meningkatkan jumlah uang beredar.
"Longgarnya kondisi likuiditas tercermin pada rendahnya suku bunga pasar uang antar bank, saat ini sekitar 4% pada Juni 2020, kemudian rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) tetap besar yakni 24,33% pada Mei 2020," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Kamis (16/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Gubernur BI: Rupiah Masih Berpotensi Menguat |
Perry menyebut saat ini likuiditas yang memadai serta penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) berkontribusi menurunkan suku bunga perbankan. Sejalan dengan penurunan suku bunga PUAB, secara rata-rata tertimbang suku bunga deposito tercatat 5,74% dibandingkan sebelumnya 5,85%. Kemudian bunga kredit modal kerja 9,48% dibandingkan periode Mei 2020 9,6%.
Pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Mei 2020 juga meningkat menjadi 9,7% (yoy) dan 10,4% (yoy). Perry mengharapkan ekspansi moneter BI yang sementara ini masih tertahan di perbankan dapat lebih efektif mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan.
Ke depan, BI tetap menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif sejalan dengan bauran kebijakan yang telah diambil sebelumnya serta bauran kebijakan nasional, termasuk berbagai upaya untuk memitigasi risiko di sektor keuangan akibat penyebaran COVID-19.
(kil/ara)