PT Bank Central Asia Tbk (BCA) pada semester I 2020 mencatat laba bersih Rp 12,2 triliun. Angka ini turun 4,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 12,9 triliun.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan meskipun laba bersih turun, namun laba sebelum provisi dan pajak masih tumbuh.
"Laba sebelum provisi dan pajak yang solid mengimbangi peningkatan biaya pencadangan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit," kata Jahja dalam konferensi pers virtual, Senin (27/7/2020).
Dia menyebutkan dalam kondisi pandemi ini BCA berhasil mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga yang tinggi pada semester pertama 2020. Untuk dana giro dan tabungan (CASA) juga masih tumbuh 12,8% YoY, mencapai Rp575,9 triliun dan berkontribusi sebesar 75,6% dari total dana pihak ketiga pada Juni 2020. Jaringan transaksi perbankan yang luas merupakan faktor pendorong pertumbuhan dana CASA.
Jahja menyebut saat ini BCA terus berinvestasi pada platform layanan transaksi perbankan demi meningkatkan layanan digital. Jumlah rekening tumbuh 11,9% YoY mencapai 22,5 juta rekening hingga Juni 2020 didukung oleh layanan pembukaan rekening online.
Sementara itu, deposito berjangka tumbuh 13,6% YoY mencapai Rp185,6 triliun. Secara keseluruhan total dana pihak meningkat 13,0% YoY menjadi Rp761,6 triliun. Posisi likuiditas tetap kokoh dengan LDR sebesar 73,3%. Likuiditas berada pada tingkat yang sehat untuk mengantisipasi berbagai kebutuhan yang tidak terduga, khususnya selama masa pandemi.
Selain itu, BCA juga berhasil menurunkan biaya dana pihak ketiga sehingga membantu meringankan tekanan pada pendapatan bunga gross yang diakibatkan oleh peningkatan restrukturisasi kredit. Pendapatan bunga bersih naik 10,6% YoY menjadi Rp27,2 triliun. Pencapaian ini mendukung bank untuk membukukan total pendapatan operasional sebesar Rp37,8 triliun, tumbuh 10,3% YoY.
Di lain sisi, beban operasional tumbuh lebih rendah, sebesar 3,8% YoY menjadi Rp16,2 triliun. Dengan demikian, laba sebelum provisi dan pajak BCA mencapai Rp21,5 triliun, tumbuh 15,8% YoY, dimana pertumbuhan yang baik tersebut telah memberikan ruang untuk mengantisipasi kenaikan biaya pencadangan kredit.
Biaya pencadangan penurunan nilai aset adalah sebesar Rp6,5 triliun pada semester pertama tahun 2020, sejalan dengan peningkatan risiko potensi penurunan kualitas kredit.
"Di tengah berbagai tantangan yang sedang dihadapi, BCA tetap mampu menjaga permodalan Bank pada posisi yang solid dengan rasio kecukupan modal (CAR) berada pada level 22,9%, jauh di atas rasio yang ditetapkan oleh regulator," jelas dia.
Kemudian untuk rasio bermasalah atau NPL sebesar 2,1% dibandingkan 1,4% pada Juni 2019. Bank membukukan rasio pengembalian terhadap aset (ROA) 3,1% dan pengembalian terhadap ekuitas (ROE) 15,6% pada semester pertama 2020.
Baca juga: Jurus Perbankan Bertahan di Tengah Corona |
(kil/eds)