Uang peringatan kemerdekaan (UPK) dengan nominal Rp 75.000 menuai kritikan ke Bank Indonesia (BI). BI dituding ambil untung hingga Rp 5,6 triliun jika 75 juta lembar uang tersebut laku semua.
Berikut isi tudingan hingga jawaban BI:
1. Modalnya Murah
Tudingan itu ramai di grup percakapan WhatsApp. Dalam narasinya disebutkan modal kertas, tinta, dan ongkos cetak senilai Rp 250 per lembar, sehingga BI disebut bisa mendapat untung Rp 74.750 per lembar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut narasi chatnya:
"Bank Indonesia cetak 75 juta lembar uang senilai Rp. 75 rb. Berarti senilai Rp. 5.625 Milyar atau Rp. 5,6 Trilyun ! Modal kertas, tinta, ongkos cetak sekitar Rp. 250,-/lembar. Untung Rp. 74.750,-/lbr. Total keuntungan, kalau terjual semua : Rp. 5.606 Milyar, atau masih kisaran Rp. 5,6 Triliun. Artinya, BI/Pemerintah "galang dana" dari masyarakat walau argumennya tidak mengedarkan uang baru & tidak utk transaksi. Ini namanya juga jual beli uang kertas dengan kertas = riba kwadrat. Sisi lain : jerih payah untuk dapat hasil uang Rp. 75.000,- hanya untuk ditukar dgn "selembar kertas suvenir" ? Kalau perak per gram semisal harga 20.000/gr, maka BI main sulap, ciptakan Perak Murni seberat 281.250.000 Gram dalam kedipan mata. #TolakSulapRiba #SihirUang.
2. Cetak Uang disebut bisa dapat untung
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan siapapun yang mendapat kewenangan untuk mencetak uang memang dapat keuntungan.
"Namanya pencetakan uang ya pasti untung. Siapa saja yang punya hak dan kewenangan mencetak uang sudah pasti untung. Ongkos cetak per lembar uang Itu sudah pasti di bawah Rp 75 ribu, itu artinya BI untung," kata Piter kepada detikcom, Rabu (19/8/2020).
Meski begitu, Piter menilai tujuan utama BI meluncurkan uang khusus bukan untuk mencari keuntungan melainkan untuk merayakan 75 tahun kemerdekaan Indonesia. Terlihat juga dari pengeluaran BI yang terbesar justru untuk percetakan guna mewujudkan uang layak edar atau clean money policy.
3. BI Bantah disebut untung banyak
Kepala Grup Kebijakan Pengelolaan Uang BI, Eva Aderia mengatakan tudingan yang beredar itu hanya menghitung berdasarkan jumlah nominal dengan jumlah produksi. Sedangkan di dalam proses pencetakan uang butuh biaya produksi yang harus dikeluarkan.
"Kalau dihitung Rp 5,6 triliun itu diperoleh dari pengali antara 75 juta dengan Rp 75 ribu. Kita kan kalau membuat sesuatu pasti ada harga produksi yang dikeluarkan. Jadi memang nggak mungkin BI untung sebesar itu," kata Eva.
(hns/hns)