Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislasi (Baleg) tengah menyusun Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Ada beberapa hal penambahan dalam usulan revisi UU tersebut.
Salah satu yang mencolok adalah usulan pengadaan Dewan Moneter. Pada pasal 7 ayat 1 ditambahkan yang tadinya berbunyi "tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah" kemudian ditambahkan kalimat "serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan".
Hal ini membuat was-was para investor dan menambah tekanan pada mata uang jika benar-benar terwujud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benar saja, rupiah langsung melemah menyusul tak lama dari dikeluarkannya rekomendasi tersebut, sekaligus jadi gambaran kekhawatiran investor mengenai kemunduran peran Bank Indonesia.
Rupiah terdepresiasi lebih dalam terhadap greenback pada perdagangan sore hari ini, Rabu (2/9/2020) menjadi Rp 14.725 per US$, melemah Rp 160 dari nilai pada penutupan hari sebelumnya yang sebesar Rp 14.565 per US$.
Kepala Ekonom ASEAN di Nomura, Euben Paracuelles menilai rencana pembentukan Dewan Moneter yang dipimpin oleh Menteri Keuangan tidak biasa bahkan tidak sesuai dengan praktik terbaik kebijakan moneter.
"Investor mungkin melihat hal ini sebagai perhatian besar, hal itu dapat menyebabkan masalah pada aliran modal dan oleh karena itu, hal itu dapat menyebabkan tekanan lebih dalam kepada mata uang rupiah," ujar Paracuelles dikutip dari CNBC, Rabu (2/9/2020).
Sebelum rekomendasi itu dibuat, rupiah sudah menjadi salah satu mata uang Asia yang paling lemah tahun ini. Sebab, investor cemas atas keputusan bank sentral membantu membiayai defisit pemerintah yang membengkak akibat peningkatan belanja untuk melawan COVID-19.
(dna/dna)