Pembahasan mengenai revisi Revisi Undang-Undang (RUU) nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) masih terus berlanjut. Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemarin menggelar rapat yang kesekian kalinya untuk membahas RUU tersebut.
Ada beberapa hal dalam pembahasan ini yang menimbulkan polemik, salah satunya berkaitan dengan pembentukan Dewan Moneter yang mengawasi BI. Dalam dokumen bahan rapat tersebut yang diterima detikcom, Jumat (18/9/2020), Dewan Moneter itu kini diubah menjadi Dewan Kebijakan Ekonomi Makro.
Dalam dokumen tersebut diusulkan beberapa perubahan pasal, ada yang ditambahkan dan ada yang dihapus. Mengenai Dewan Kebijakan Moneter disebutkan dalam beberapa pasal, salah satunya di pasal 7 ayat 3 yang menyebutkan Penetapan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dewan
Kebijakan Ekonomi Makro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu pasal 9 yang menekankan BI bebas intervensi dihapus. Pasal itu berbunyi "pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8".
Baca juga: Haruskah BI Awasi Bank Lagi? |
Dalam pasal 9 yang baru menyebutkan Dewan Kebijakan Ekonomi Makro membantu pemerintah dan BI dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 7.
Dewan Kebijakan Ekonomi Makro memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Adapun Menteri Keuangan akan memimpin dewan ini alias didapuk sebagai ketua.
Dewan Kebijakan Ekonomi Makro terdiri dari 5 orang berikut daftarnya:
- Menteri Keuangan sebagai ketua
- Satu orang menteri yang membidangi perencanaan pembangunan nasional
- Gubernur Bank Indonesia
- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia
- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
(das/eds)