Pekan ini Singapura mengumumkan akan berhenti mencetak dolar Singapura pecahan SGD 1.000. Hal itu dilakukan untuk menghindari risiko penggunaan uang dalam tindak korupsi, dana terorisme, narkoba, pencucian uang hingga kejahatan uang lainnya. Rencana itu disampaikan oleh Monetary Authority of Singapore (MAS) atau Otoritas Moneter Singapura.
Dalam catatan detikcom, sebelumnya, MAS juga pernah menghentikan penerbitan uang pecahan SGD 10.000. Pecahan ini kerap kali menjadi alat penyuapan dalam sejumlah kasus tindak pidana korupsi di Indonesia.
Akhirnya melalui pernyataan Deputy Managing Director Monetary Authority of Singapore (MAS) Ong Chong Tee, Negeri Singa tidak akan lagi mencetak pecahan 10.000 dolar Singapura mulai 1 Oktober 2014. Pernyataan tersebut muncul kala Ong memberi ceramah di acara Financial Crime Seminar pada 2 Juli 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ong risiko dalam transaksi tunai yang melibatkan uang pecahan besar. Selain alasan tersebut, MAS juga memandang saat ini sistem pembayaran berbasis elektronik yang lebih aman sudah sangat berkembang. Oleh karena itu, kebutuhan transaksi tunai dalam jumlah besar bisa dikurangi.
Sejumlah kasus korupsi di RI yang diketahui menggunakan transaksi uang pecahan 10.000 dan 1.000 dolar Singapura salah satunya pada kasus Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk dan 5 orang lainnya yang ditangkap di Hotel Acacia, Jakarta Pusat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 18 Juni 2014.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK mendapati uang yang berjumlah sekitar 100.000 dolar Singapura. Uang itu terbagi dalam pecahan 10.000 dan 1.000 dolar Singapura.
Selain itu, dalam kasus suap Akil Mochtar (Mantan Ketua MK) dan Rudi Rubiadini (Mantan Kepala SKK Migas) didapat transaksinya menggunakan uang pecahan 10.000 dolar Singapura.