Pandemi COVID-19 yang terjadi memang menekan industri keuangan. Termasuk industri perbankan yang terdampak mulai dari penyaluran kredit yang seret hingga banyak nasabahnya yang tidak mampu membayar angsuran.
Hal ini berdampak pada rasio kredit bermasalah alias NPL di perbankan. Dari data OJK disebutkan rasio NPL per September 2020 secara gross tercatat 3,15% atau lebih rendah dibandingkan periode bulan sebelumnya 3,22%.
Kemudian NPL secara nett pada September tercatat 1,07% lebih rendah dibanding Agustus 2020 sebesar 1,14%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan angka ini terus menurun. Menurut dia, jika tidak ada kebijakan terkait restrukturisasi maka rasio kredit bermasalah ini bisa mencapai 16%.
Baca juga: Kenapa Bunga Kredit Lama Turun, Pak Perry? |
"Kalau tidak dengan POJK 11/2020 (restrukturisasi) angkanya bisa 16%. Ini hal yang perlu kita ketahui temporary dan harus dinormalkan, tergantung kapan debitur bisa recover," kata dia dalam rapat virtual dengan DPR, Kamis (12/11/2020).
Dia menyampaikan beberapa waktu terakhir sejumlah indikator pemulihan ekonomi sudah mulai terlihat. Menurut dia, pemulihan bisa semakin cepat jika vaksin virus bisa segera didistribusikan.
"Apalagi jika antivirus betul-betul distribusi dan bisa efektif, ini akan berikan keyakinan lebih pada masyarkat untuk bisa beraktivitas dan berikan demand," jelas dia.
Data OJK menyebutkan restrukturisasi kredit perbankan per 12 Oktober 2020 mencapai Rp918,34 triliun ke 7,5 juta debitur. Dengan komposisi Rp362,34 triliun ke 5,85 juta debitur UMKM dan Rp555,99 triliun 1,65 juta debitur non-UMKM.
(kil/zlf)