Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan tidak memberikan penalti berlebihan kepada debitur yang menerima restrukturisasi kredit di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan pihaknya telah mengambil berbagai kebijakan agar tidak menimbulkan masalah antara kreditur dan debitur imbas COVID-19, di antaranya memperpanjang restrukturisasi kredit hingga paling lama Maret 2022.
"Kami kasih catatan, jangan sampai berikan additional pinalti," katanya dalam webinar bertajuk 'Akselerasi Pemulihan Ekonomi', Selasa (26/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pihaknya juga telah merelaksasi aturan restrukturisasi agar sektor keuangan tidak terganggu imbas pandemi COVID-19, di antaranya POJK 11/2020 dan POJK di lembaga keuangan non-bank.
"Kebijakan tersebut untuk moratorium loan classification dengan program restrukturisasi dipercepat, sehingga perbankan tidak wajib membuat pencadangan yang besar sehingga pada akhirnya balance sheet tidak terganggu,"
Berdasarkan paparannya, realisasi restrukturisasi perbankan sampai dengan 4 Januari 2021 mencapai Rp 971,08 triliun atau baru 18% dari total kredit. Restrukturisasi dilakukan kepada sebanyak 7,57 debitur yang sekitar 5,81 juta di antaranya berasal dari sektor UMKM.
Menurut Wimboh, hingga saat ini pertumbuhan restrukturisasi kredit mulai melambat dan hal itu menunjukkan adanya pemulihan ekonomi.
"Restrukturisasi ini sudah flat, terakhir Rp 974 triliun sepanjang 2020, baik di perbankan maupun lembaga keuangan non bank, bahkan mungkin sudah turun karena beberapa ada yang sudah recovery," tuturnya.