OJK Godok Aturan Modal Bank Digital

OJK Godok Aturan Modal Bank Digital

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 19 Feb 2021 08:25 WIB
Ilustrasi Gedung Djuanda I dan Gedung Soemitro Djojohadikusumo
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menggodok aturan terkait permodalan bank digital di Indonesia. Hal ini dilakukan karena bank digital mulai gencar dibentuk untuk melayani para nasabah. Regulator menyebutkan aturan terkait bank digital ini adalah harus memiliki modal minimal Rp 10 triliun.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto menargetkan Peraturan OJK (POJK) ini bisa selesai pada tengah tahun ini.

"Untuk bank baru drafnya belum final dan masih diskusi, syaratnya modal minimal Rp 10 triliun," kata dia dalam video conference, Kamis (18/2/2021).

Dia mengungkapkan, bank juga harus menggarap segmen sesuai dengan model bisnis dan teknologi yang diterapkan. Bank digital ini juga harus memiliki kantor cabang di Indonesia.

"Harus mempunyai minimal satu kantor cabang dan punya bisnis jelas apakah ke wholesale, ritel dan kapasitas IT nya jelas," ujarnya.


Menurut dia modal minimal Rp 10 triliun ini tak berlaku untuk beberapa bank. Misal bank digital yang berada di satu kelompok bank hanya perlu modal Rp 1 triliun. Dia mencontohkan untuk bank eksisting yang transformasi ke bank digital Rp 1 triliun seperti Bank Royal yang dimiliki BCA dan dikonversi ke bank digital.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya kan bank tradisional, itu bisa Rp 1triliun," jelas dia. Sementara itu untuk bank eksisting seperti Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) yang diakuisisi induk usaha Sea Group harus memenuhi modal inti sebesar Rp 3 triliun.

Di sisi lain, OJK juga resmi melakukan perubahan pengelompokan bank dari kegiatan usaha menjadi modal inti. Ini tercantum dalam roadmap pengembangan perbankan di Indonesia (RP2I) periode 2021-2025.

Pengelompokan Bank

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan jika pengelompokan ini dilakukan karena telah berlakunya Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang meningkatkan batas modal inti bank.

"Jadi kami menganggap bahwa pengelompokan bank berdasarkan BUKU sudah tidak relevan lagi dalam kita melakukan pengawasan kepentingan statistik," kata dia.

Menurut dia dengan adanya perubahan ini maka status bank BUKU I dan II sudah tereleminasi, sebab POJK nomor 12 Tahun 2020 menaikkan modal inti bank sedikitnya Rp 3 triliun pada 2022.

"Jadi bank tidak dipaksa meningkatkan modal intinya, ini hanya untuk kepentingan kita dalam merespon ketentuan atau aturan yang kita keluarkan dan memudahkan dalam peers bank dan memudahkan kita lakukan pengawasan," jelas dia.


Menurut Heru, kelompok bank berdasarkan Modal Inti tersebut tidak menandakan bahwa bank-bank yang sebelumnya masuk ke kategori BUKU tertentu turun kelas masuk ke kategori KBMI.

Itu karena tidak seperti ketentuan dalam BUKU, KBMI tidak lagi dikaitkan dengan produk dan aktivitas bank, sehingga aktivitas bank tidak berkurang dalam pengelompokan ini.

Dia menjelaskan dalam KBMI dikenal KBMI I dengan modal inti sampai dengan Rp 6 triliun, KBMI II lebih dari Rp 6 triliun sampai dengan Rp 14 triliun, KBMI III lebih dari Rp 14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun dan KBMI IV lebih dari Rp 70 triliun.


Hide Ads