OJK Terbitkan Aturan Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme

OJK Terbitkan Aturan Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 01 Apr 2021 11:45 WIB
Gedung OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan yang digunakan sebagai pedoman penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 /SEOJK.05/2021. Dalam aturan tersebut dijelaskan lembaga keuangan mikro harus melakukan konsep manajemen risiko untuk praktik pencucian uang dan pembiayaan terorisme.

Dikutip detikcom, Kamis (1/4/2021), lembaga keuangan harus melakukan proses pendekatan berbasis risiko kepada semua nasabahnya dengan cara memahami kegiatan usaha secara keseluruhan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penilaian risiko dilakukan mencakup empat risiko, yaitu nasabah, area geografis, produk/jasa/transaksi, dan jaringan distribusi.

"LKM harus mengelola dan memitigasi risiko melalui pelaksanaan pengendalian intern dan langkah yang sesuai dengan risiko yang telah diidentifikasi, dan melakukan pemantauan transaksi dan hubungan bisnis sesuai dengan tingkat risiko yang telah dinilai," bunyi surat edaran tersebut.

ADVERTISEMENT

Lembaga keuangan harus melakukan pengkinian penilaian risiko secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan penilaian risiko. Termasuk dengan mempertimbangkan adanya perkembangan produk baru, distribusi baru, dan ancaman yang masuk ke dalam kegiatan usaha lembaga keuangan.

Lanjut halaman berikutnya soal aturan OJK.

Dalam surat edaran dijelaskan nasabah berisiko tinggi adalah nasabah yang berasal dari hasil proses identifikasi termasuk dalam kategori populer secara politis (politically exposed person/PEP). Anggota keluarga dari PEP atau pihak yang terkait (close associates) dengan PEP.

Kemudian ada juga nasabah Korporasi yang struktur kepemilikannya kompleks dan menimbulkan kesulitan untuk diidentifikasi siapa yang menjadi pemilik manfaat, pemilik akhir, atau pengendali akhir dari korporasi.

Ada juga organisasi amal atau organisasi non-profit lainnya yang tidak diatur dan diawasi. Lalu, gatekeeper seperti akuntan, pengacara atau profesi lainnya yang bertindak mewakili nasabah.

Resiko tinggi juga diberikan kepada nasabah yang melakukan transaksi tidak wajar dan tidak sesuai dengan profilnya. Misalnya transaksi dengan nilai yang tidak sesuai dengan profilnya, frekuensi transaksi yang tidak sesuai dengan pola transaksi yang biasa dilakukannya, dan jarak yang tidak dapat dijelaskan antara lokasi transaksi dan tempat tinggal atau tempat usaha nasabah.


Hide Ads