"Dengan hanya menyebut tersangka atau para tersangka, kejagung menggiring opini publik dan fitnah, sebagaimana saya sampaikan di atas, sangat mudah menelusuri akun Bitcoin, apalagi kejagung punya wewenang. Sekali lagi kami tegaskan klien kami tidak pernah berinvestasi di Bitcoin!" ujarnya.
Secara terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan bahwa pihak Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi Bitcoin sebelum menyampaikan ke publik.
"Mau Bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara," ujar Fickar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, lanjutnya, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan di seluruh dunia itu sebagai penuntut umum.
"Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini," ujarnya.
Pernyataan kejaksaan pun harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada. "Jika masih berasumsi, maka kejaksaan akan terjebak menjadi lembaga penuntutan yang otoriter dan ini akan mempengaruhi keabsahan hasil-hasil kerjanya. Kejaksaan bekerja harus base on fact," kata Fickar.
Simak Video "Ini Hotel-Mall Milik Benny Tjokro yang Disita Terkait Kasus Asabri"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)