Perekonomian global dan domestik melemah karena pandemi COVID-2019, tak terkecuali industri perbankan nasional. Fungsi intermediasi yang dijalankan perbankan tak berjalan normal, terutama pada sisi penyaluran kredit.
Melemahnya dunia usaha membuat permintaan kredit menurun. Kualitas kredit yang berpotensi memburuk juga membayangi industri perbankan. Di lain sisi, profitabilitas perbankan turut pula tergerus.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2020 pertumbuhan kredit industri perbankan, dalam hal ini bank umum, tercatat terkontraksi 2,40% secara tahunan. Sedangkan laba bersih terkoreksi 33,08%. Rasio kredit bermasalah atau non perfoming loan (NPL), meski masih dalam batas aman yang ditetapkan regulator, tampak merangkak naik dari 2,53% di 2019 menjadi 3,06%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Industri bank perkreditan rakyat (BPR) yang menjadi bagian dari industri perbankan nasional juga merasakan dampak pandemi. Hanya saja, secara umum, fungsi intermediasi yang dijalankan bank-bank rural terlihat lebih solid ketimbang bank umum.
Tahun lalu, berdasarkan data OJK, sejumlah pos keuangan utama industri BPR mampu mencatatkan pertumbuhan positif. Dana pihak ketiga (DPK) dan kredit masing-masing tumbuh 3,52% dan 1,83%. Aset dan modal inti juga tumbuh positif. Tapi memang, dari sisi laba, pertumbuhannya terkoreksi 16,07%. Meski begitu, penurunan pertumbuhan laba industri BPR masih lebih baik daripada industri bank umum.
Di lain sisi, meski dalam situasi yang tidak mudah, BPR Intidana Sukses Makmur (BPR Intidana) mampu menutup tahun kerja 2020 dengan pencapaian yang optimal. Fungsi intermediasi yang dijalankan BPR Intidana berjalan sangat baik.
Biro Riset Infobank (birI) mencatat, pada 2020, kredit yang disalurkan BPR Intidana Rp 653,06 miliar. Secara tahunan, kredit tumbuh 7,62%. Sedangkan DPK tumbuh sangat tinggi, yakni 67,40% atau menjadi Rp 544,06 miliar. Sementara, di tahun lalu juga, aset perusahaannya juga telah melampaui Rp 1 triliun.
Menutup 2020, BPR Intidana membukukan aset Rp1,03 triliun atau tumbuh 24,70%. Pertumbuhan ketiga komponen kinerja keuangan BPR Intidana itu jauh di atas rata-rata industri BPR nasional.
"Kunci keberhasilan BPR Intidana dalam mengarungi tahun kerja 2020 adalah kerja keras dan penerapan budaya kerja baru KITE COCOK (Ketuhanan Yang Maha Esa, Integritas, Team Work, Customer Focus, Continuous Improvement) dengan fokus pada sumber daya manusia (SDM) yang handal dan berintegritas," kata Direktur Utama BPR Intidana Polycarpus Feriyanto dalam keterangan tertulis, Minggu (15/8/2021).
Memasuki 2021, sampai dengan kuartal I-2021, kinerja keuangan BPR Intidana dari sisi neraca tumbuh relatif cukup baik. Total aset tumbuh 1,79%, DPK tumbuh tumbuh 6,42% dari posisi akhir tahun. Dalam hal profitabilitas, BPR Intidana membukukan laba bersih Rp1,12 miliar.
Untuk 2021, BPR Intidana menargetkan pertumbuhan yang realistis, mempertimbangkan situasi pandemi yang masih belum menentu. Strategi yang dilakukan, secara umum adalah menerapkan strategi pertumbuhan kredit dan pendanaan yang berkelanjutan dan sesuai prinsip kehati-hatian.
Untuk pertumbuhan kredit, BPR Intidana menerapkan strategi penjualan dengan prinsip Speed (Kecepatan), Simplicity (Kemudahan) dan Convenient (Kenyamanan) tetapi tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian dan keamanan (Prudent),"
"Target pertumbuhan kredit di 2021 di kisaran 4%. Namun, melihat perkembangan dunia usaha yang terdampak oleh pandemi, maka diperkirakan pertumbuhan kredit akan cenderung melambat dan penyaluran akan dilakukan secara selektif dan lebih ketat lagi. Sedangkan target pertumbuhan DPK ada di kisaran 13%," ucapnya.
Lebih jauh Polycarpus menjelaskan, ada sejumlah strategi yang mendukung keberhasilan BPR Intidana. Antara lain, tetap melakukan pendekatan jemput bola kepada nasabah, melakukan pendekatan kepada perusahaan BUMN, instansi pemerintah, dan swasta, melakukan proses analisa kredit yang cepat dan efisien namun tetap mengedepankan prinsip prudential banking, serta membina relationship yang baik dengan nasabah.
(das/dna)