Industri Asuransi Punya Tantangan Sendiri saat Pandemi, Ini Contohnya

Industri Asuransi Punya Tantangan Sendiri saat Pandemi, Ini Contohnya

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Kamis, 26 Agu 2021 12:30 WIB
Pentingnya Punya Asuransi Jiwa
Industri Asuransi Punya Tantangan Sendiri saat Pandemi, Ini Contohnya
Jakarta -

Kendati terdampak langsung pandemi COVID-19, industry asuransi di Indonesia dinilai masih berhasil bertahan. Ketua Konsorsium Suretyahip & Asuransi Kredit Indonesia Erickson Mangunsong menilai industri asuransi saat ini tengah dihadapkan pada masalah recovery klaim.

"Bisnis semakin baik walaupun iklim pandemi. Jadi kami mengadakan semacam peningkatan kemampuan dari anggota. Aspek yang penting inikan recovery klaim, yang orang lebih sekarang banyak fokus di penutupan asuransi tapi mungkin kurang maksimal optimal di recovery klaim," ujar Erickson dalam keterangannya, Kamis (26/8/2021).

Erickson yang juga merupakan Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) itu menyampaikan solusi agar recovery klaim bisa dimaksimalkan oleh para peserta untuk meningkatkan performa perusahaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi siapkan dulu perangkatnya buat asuransi, karena ini jelas jelas sebagai satu satuan kontrak. Kenapa selam ini tidak terlalu diperhatikan, maka saya usulkan bentuk organisasinya minimal divisi, karena kita sama sama tahu kita perlu recovery tapi recovery adalah satu rel tersendiri secara hokum.
Jadi pertama kita siapkan administrasinya kedua perhatikan kontrak, kemudian aktif karena kita punya periode yang sebetulnya cukup singkat, segera lakukan proses recovery klaim," katanya.

Saat ini perusahaan asuransi telah mendapatkan kepastian hukum dalam menjalankan bisnis Suretyaship dan menerbitkan polis, dengan adanya Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan OJK (POJK) No. 69 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 5/PUU-XVIII/2020.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan yang sama, Vice President Wholesale Transaction Banking Group dari PT Bank Mandiri, Suharyanto menjelaskan setiap perusahaan yang mengikuti tender-tender suatu pekerjaan, baik itu tender pembangunan atau tender pengadaan biasanya diwajibkan memiliki penjamin. Penjamin ini bisa dalam bentuk bank garansi atau surety bond.

"Seperti kita ketahui, bank garansi dikeluarkan oleh perusahaan perbankan untuk menjamin nasabahnya baik itu perorangan maupun perusahaan, berbeda dengan surety bond yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi," katanya.

Suharyanto menjelaskan Bank Garansi adalah Jaminan kepada suatu pihak (Beneficiary) dari Bank (Guarantor) atas permohonan dari Applicant atau Warkat yang diterbitkan Bank yang menyebabkan kewajiban membayar apabila terjadi wanprestasi. Sehingga sebagai dasar pembayaran klaim adalah Actual default. Bank Garansi ini dibutuhkan dari proses awal pengadaan sampai dengan proses akhir di siklus bisnis Nasabah"

Perusahaan Asuransi akan melakukan pembayaran klaim kepada Obligee atau pemilik proyek, apabila dalam pelaksanaannya pekerjaan proyek gagal, tidak selesai tepat pada waktunya, atau lalai dalam kualitas pekerjaan seperti yang ditentukan dalam kontrak, sebagai akibat dari pihak Principal selaku kontraktor pelaksana melakukan wanprestasi.

Sesuai dengan surat perjanjian ganti rugi di hadapan Notaris, maka Principal mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi atau Recovery kepada perusahaan Asuransi. Namun dalam prosesnya sering dijumpai berbagai kendala dalam memperoleh recovery, diantaranya adalah Principal tidak bersedia membayar, Principal tidak memiliki asset, Principal memiliki asset namun tidak mau membayar, Principal tidak ditemukan alamatnya, Principal meninggal dunia, serta Obligee dan Principal tersangkut masalah hukum.

(fdl/fdl)

Hide Ads