Hidup Tak Tenang
Monzon pun membeli sepatu impiannya itu menggunakan Klarna, salah satu dari beberapa layanan paylater yang tenar di negaranya. Pembayarannya dicicil selama enam kali, karena dia merasa tidak akan pernah bisa membeli sepatu bot itu.
"Saya rasa saya tidak akan pernah memiliki uang tunai sebanyak itu. Kalau pun iya saya tidak akan pernah menghabiskan uang sebanyak itu untuk sepatu bot," tambahnya.
Tapi apa yang terjadi, dia menyesal. Hidupnya tak pernah tenang selama cicilan paylater itu belum lunas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak bisa tidur di malam hari. Saya seperti 'Ya Tuhan, apa yang saya lakukan? Ya Tuhan, ya Tuhan,' karena itu sangat berbeda dengan saya," akunya.
Puluhan juta orang telah menggunakan layanan paylater. Beberapa perusahaan di AS yang beroperasi di industri ini senilai US$ 100 miliar. Mereka membebankan bunga atas pembelian, ada juga yang lain memungut biaya keterlambatan.
Perusahaan paylater mengatakan mereka menawarkan alternatif kartu kredit yang lebih aman dan lebih mudah diakses. Namun pendukung konsumen berpendapat bahwa layanan tersebut dapat mendorong orang untuk membelanjakan lebih dari yang mereka mampu.
Selain itu, tidak ada perlindungan untuk mencegah pembeli menggunakan lebih dari satu paylater dan membebani keuangan mereka secara berlebihan.
Industri ini sedang booming bahkan di Indonesia. Klarna Swedia menggandakan basis pelanggan AS menjadi 20 juta antara Juni 2020 dan Agustus tahun ini dan jumlah pengguna Inggris telah membengkak 36% sejak Oktober 2020. Sekarang memiliki lebih dari 90 juta pengguna aktif di 20 negara.
(das/ara)