Jakarta -
Tahun 2021 adalah hari bersejarah di mana holding ultra mikro (UMi) resmi terbentuk pada September. Dipimpin PT Bank Rakyat Indonesia/BRI (Persero) Tbk sebagai induk, holding ini melibatkan entitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani/PNM (Persero).
Mengapa pembentukan holding ultra mikro perlu? Jawabannya adalah untuk mengoptimalkan potensi yang ada pada UMKM. Sebagaimana diketahui, UMKM merupakan salah satu motor penggerak ekonomi nasional dengan kontribusi 60% lebih terhadap produk domestik bruto (PDB).
Mengutip data dari website Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 2019 segmen UMKM mencapai 65,5 juta unit atau setara 99,9% dari total unit usaha secara nasional. Dengan jumlah tersebut, UMKM mampu menyerap sekitar 119,6 juta tenaga kerja, jauh lebih besar dibandingkan usaha besar, dan dapat bersinergi positif dengan koperasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika melihat potensi yang dimiliki UMKM itu, diperlukan suatu wadah yang dapat membuat pendanaan kepada UMKM menjadi satu pintu yang saling terintegrasi. Selain itu, diperlukan adanya suatu mitra strategis yang dapat memberikan pendampingan dan pembinaan kepada UMKM sehingga mampu membuat UMKM tumbuh dan berkembang lebih besar.
Dengan pembentukan holding ultra mikro, pemberdayaan UMKM diharapkan akan lebih terarah dan sistematis untuk menciptakan ekosistem bisnis UMKM. Dengan begitu semakin banyak lagi pelaku UMKM yang terjangkau layanan keuangan formal, terutama UMKM yang secara bisnis dan produk memiliki prospek pengembangan tetapi terkendala permasalahan akses pendanaan bank (unbankable).
Selain itu, holding ultra mikro dapat membuat pendataan terhadap UMKM lebih baik. Dengan pendataan yang lebih baik itu, maka nantinya dapat dibuat klaster-klaster UMKM sehingga pendanaan dapat lebih terarah dan membuat pelaku UMKM naik kelas.
BRI sebagai induk holding ultra mikro telah menunjukkan perhatiannya kepada UMKM lewat berbagai program yang dijalankan hingga sukses melahirkan nasabah UMKM yang naik kelas dengan jumlah terus meningkat setiap tahun.
Dampak yang dirasakan dengan adanya holding ultra mikro ini memberikan secercah harapan untuk pelaku UMKM yang selama ini kesulitan mendapatkan permodalan. Kehadirannya secara otomatis bisa mempercepat bangkitnya UMKM di masa pandemi COVID-19.
Kehadiran lembaga itu juga sekaligus menjawab kesenjangan yang selama ini dirasakan pelaku UMKM yang sulit mendapatkan pinjaman modal. Terlebih dengan persyaratan yang tidak mampu dipenuhi pelaku UMKM.
Di sisi lain, terbentuknya holding ultra mikro dinilai memperkuat masing-masing anak usaha di lini bisnis BRI, Pegadaian dan PNM. Pembentukan holding ini dilakukan dengan cara pengalihan saham seri B milik pemerintah di PNM dan Pegadaian ke BRI.
Aksi ini juga bersamaan dengan penerbitan saham baru dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue di mana pemerintah sebagai pemegang saham tidak menyetor dana tunai, melainkan inbreng sahamnya di PNM dan Pegadaian ke BRI.
Lanjut ke halaman berikutnya
Dalam aksi korporasi tersebut hanya dilakukan akuisisi, tidak ada merger yang terjadi. Untuk itu, masing-masing perusahaan tetap berada pada core business-nya dan pegawai pun tidak ada yang terdampak.
Berdasarkan prospektus yang beredar, kala itu perseroan mengumumkan harga pelaksanaan untuk penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) sebesar Rp 3.400 per saham dengan rasio 100:23. Artinya, setiap 100 lembar saham yang dimiliki, investor punya right 23 HMETD.
Selanjutnya, dalam right issue ini manajemen BRI menawarkan sebanyak-banyaknya 28,21 miliar lembar saham baru Seri B atas nama dengan nilai nominal Rp 50 per saham atau sebanyak-banyaknya 18,62% dari modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan setelah PMHMETD I.
Saham baru yang ditawarkan merupakan yang berasal dari portepel perseroan dan seluruhnya ada di BEI (Bursa Efek Indonesia). Hal ini tentunya memperhatikan aturan dan sesuai dengan PP No. 29 tahun 1999, yakni 1 % dari jumlah saham milik perseroan yang beredar tidak dicatatkan di BEI.
Dalam right issue ini, dana segar yang diraup dari publik melalui right issue ini diperkirakan mencapai Rp 41,15 triliun. Jika diakumulasi dengan dana inbreng, maka optimalisasi right issue BRI bisa bernilai Rp 96 triliun, hal ini menjadikan right issue BRI terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
Demikian dikatakan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Diardi kala Opening Rights Issue BRI pada Rabu 29 September lalu.
"Rights issue ini mencatatkan sejarah baru dalam pasar modal Indonesia di mana dengan jumlah HMETD yang telah di-exercise mencapai 28,2 miliar saham dan nilai transaksi mencapai Rp 96 triliun," katanya.
Dia mengatakan, rights issue BRI tercatat sebagai yang terbesar di Indonesia dan tertinggi di Asia Tenggara.
"Rights issue yang dilakukan oleh BBRI tercatat sebagai yang terbesar di Indonesia, tertinggi di kawasan Asia Tenggara, serta menduduki peringkat 3 tertinggi di Asia, dan masuk 7 besar di seluruh dunia sejak 2009," katanya.
Manfaat Pembentukan Holding
Pembentukan holding ultra mikro akan memberikan dampak, baik bagi nasabah hingga negara. Bagi negara, pembentukan holding akan menghasilkan data untuk kebijakan pemerintah.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso menjelaskan dalam menghadapi berbagai kesulitan, pemerintah memberikan stimulus kepada masyarakat.
Setidaknya ada empat komponen dalam penyaluran stimulus ini, yaitu anggaran, data, saluran yang bisa diandalkan dan dipercaya, serta komunikator yang bisa menjelaskan terkait stimulus.
"Maka kemudian bagi kami value yang bisa kita create dengan holding ultra mikro ini maka sesungguhnya kita akan mengintegrasikan data yang bisa dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan-keputusan besar di negeri ini," katanya dalam acara Opening Bell Rights Issue BRI, Rabu (29/9/2021).
Bagi nasabah, pembentukan holding ultra mikro akan berdampak pada layanan yang semakin banyak dan semurah mungkin. Lalu, bagi karyawan akan memberikan kesempatan yang luas untuk pengembangan karier.
"Kemudian untuk karyawan, stakeholder yang bernama karyawan, pekerja, pegawai saya kira dengan pembentukan holding ini akan memberikan kesempatan untuk menumbuhkembangkan kariernya secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing," katanya.
Selanjutnya, pemegang saham akan menerima manfaat yakni sumber pertumbuhan yang baru di masa depan.
"Terakhir stakeholder yang bernama pemerintah, value creation ini akan menciptakan economic value yang bagi pemerintah karena sebagai pemegang saham juga bisa akan diambil, dikontribusikan dalam bentuk dividen kah atau pajak," katanya.
Simak Video "129 Tahun BRI Mewujudkan Inovasi dan Pelayanan Prima untuk Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]