7 Provinsi Telah Bentuk Apex BPR

7 Provinsi Telah Bentuk Apex BPR

- detikFinance
Kamis, 04 Mei 2006 13:51 WIB
Jakarta - Sejak Januari 2006, tercatat tujuh provinsi telah melakukan pilot project pembentukan lembaga pengayom atau Apex untuk membantu likuiditas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.Ketujuh provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali dan Sumatra Barat. Pembentukan Apex ini dilakukan dalam tiga model. Pertama, bank umum sebagai Apex. Kedua, BPR yang kuat menjadi Apex BPR lainnya. Ketiga, BPR yang didukung PT Permodalan Nasional Madani (PNM)."Apex di-launching sejak Januari 2006 dan evaluasinya akan dilakukan setelah enam bulan," kata Libraliana Badilangoe, Executive Bank Analis BPR Research dan Tim Regulasi Direktorat Supervisi BPR, Bank Indonesia.Hal itu disampaikannya, disela acara penandatanganan kerja sama antara International Finance Corporation (IFC) dengan PT Nusantara Bona Pasogit, yang merupakan holding dari BPR, di Kantor Bank Dunia, Gedung BEJ, Jalan Sudirman, Jakarta, Kamis (4/5/2006). Istilah Apex bank berasal dari bahasa Yunani yang artinya bank pengayom. Apex kemudian digunakan pada industri pembiayaan mikro di beberapa negara khususnya seperti Jerman, Filipina, Thailand dan India.Libra menjelaskan, fungsi lembaga Apex ini diantaranya sebagai penyedia dana untuk mengatasi liquidity missmatch. Penyedia dana bagi ekspansi kredit, membantu pengembangan IT, pelatihan SDM BPR, penyedia jasa pelayanan sistem pembayaran bagi BPR.Menurut Libra, saat ini, Apex masuk dalam kebijakan dan strategi BI dalam pengembangan BPR. BI juga akan memberi bantuan teknis untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM. Membantu penyempurnaan pengaturan seperti modal, kualitas aktiva produktif, pembukaan kantor cabang dan laporan keuangan BPR. Selain itu, BI juga akan meningkatkan efektifitas dan pengawasan serta mendorong pendirian BPR ke luar Jawa. Berdasarkan data BI, jumlah BPR konvensional per September 2005 sebanyak 2.066 unit. Dari jumlah itu sebanyak 83 persen berada di Jawa dan Bali, serta 17 persen di luar Jawa.Total kredit BPR konvensional per September 2005 mencapai Rp 14,6 triliun atau 4,3 persen dari total kredit perbankan pada UMKM yang sebesar 341,1 triliun.Saat ini BPR wajib memiliki setoran modal minimal Rp 5 miliar untuk wilayah DKI Jakarta, Rp 2 miliar untuk BPR di ibukota provinsi Jawa dan Bali, wilayah Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi.Sebesar Rp 1 miliar untuk BPR di ibukota provinsi luar Jawa Bali dan Rp 500 juta di luar ibukota provinsi yang berada di luar provinsi Jawa dan Bali. Bantuan IFCSementara itu, IFC akan membantu BPR melalui program BPR Business Expansion Technical Assistance(BETA). BPR yang bisa menerima dengan persyaratan jumlah aset Rp 75 miliar, memiliki nasabah 500 ribu dan NPL toleransi 7 persen.Menurut Rudy Prasetya, Project Officer BETA dilakukan antara IFC-Pensa dan PT Nusantara Bona Pasogit (NBP) yang merupakan holding BPR.Kerja sama itu dalam bentuk technical asisstance dengan dana US$ 109 ribu yang pembagiannya 50 persen IFC dan 50 persen NBP, diberikan kepada 10 BPR dibawah naungan NBP.BETA merupakan dukungan program akses pendanaan dari IFC yang bertujuan memperbaiki kinerja BPR, yang berpartisipasi paling tidak 10 persen diatas rata-rata industri."Semoga mengarah ke investasi selanjutnya dari para pemberi pinjaman komersial, termasuk IFC dan pihak lain," jelas Rudy. (ir/)

Hide Ads