Nama Dyota Mahottama Marsudi mulai akrab di telinga publik ketika PT Bank Aladin Syariah Tbk mengumumkan jajaran baru direksinya. Dyota Marsudi resmi menjadi presiden direktur dari perusahaan bank syariah digital pertama di Indonesia itu.
Satu hal yang menarik perhatian adalah, Dyota merupakan anak dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Dyota mengambil jejak karir yang berbeda dengan orang tuanya, tidak seperti anak pejabat kebanyakan.
"Keluarga saya itu, keluarga yang lumayan memperbolehkan anak-anaknya membuat keputusan sendiri. Tentunya akan di-guide gitu ya. Jadi jangan hal yang bodoh gitu," tuturnya saat berbincang-bincang dengan detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dyota menjelaskan keluarganya memang memiliki jejak karir yang berbeda-beda. Dirinya sendiri memilih jenjang pendidikan di dunia ekonomi. Dia memperoleh gelar Master in Business Administration dari INSEAD dan Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia.
Sebelum menjabat sebagai Bank Aladin Syariah, Dyota memiliki pengalaman kerja di beberapa perusahaan, yakni sebagai Management Consultant di Boston Consulting Group (2011-2017), Co-Founder & COO di Happy5.co (2016-2018), Member of National Digital Transformation Committee di PPN/BAPENAS (2019) dan Senior Executive Director of Investments di Vertex Ventures, Singapura (2018-2021).
Karirnya itu jauh berbeda dengan ibunya sebagai diploma, ayahnya sebagai arsitek dan bahkan adiknya yang memilih menjadi dokter.
"Dari dulu keluarga kami memang sudah beda-beda gitu. Jadi ibu saya kan sekolahnya HI jadi diplomat, bapak saya arsitek, saya akuntan secara sekolah gitu, adik saya dokter. Tidak ada yang sama," tuturnya.
Dyota mengaku dibebaskan oleh orang tuanya dalam meniti karir. Namun dia dititipkan agar memegang teguh prinsip hidup yang telah ditanamkan yang berasal dari ajaran-ajaran agama.
"Dalam artian kita sih prinsipnya, we will treat people the way you want people treat it. Jadi ya pokoknya hal-hal jelek yang dilarang agama. Itu yang harus dipegang teguh. Tapi kerjaannya apa, ya terserah. Kalau misalkan lihat saya sama adik saya kan sudah jauh beda banget," terangnya.
Memang diakuinya beberapa kali saat dia hendak mengambil keputusan dalam berkarir maupun berbisnis meminta masukan dari orangtuanya. Namun keputusan tetap diserahkan kembali ke tangannya.
Sebelum terjun ke dunia perbankan, Dyota sendiri betah di dunia investasi saat dia tinggal di Singapura. Ada 2 hal yang menjadi alasannya menerima tantangan tersebut. Pertama secara logika industri bank syariah di Indonesia sebenarnya masih memiliki peluang besar, namun belum bisa tergarap dengan maksimal.
"Yang logis adalah secara logic ini merupakan industri yang sangat besar, yang sangat yang sangat under serve. Demand-nya ada, supply-nya enggak ada. Jadi itu ada opportunity. Kalau misalnya saya masuk di bank apalagi dengan support shareholder, dengan supporting yang luar biasa kuat. Itu we can actually make a difference. Kita bisa deliver suatu hal yang diinginkan sama customer tapi belum ada gitu. Ini kita industri building. Industrinya awalnya nggak ada, jadi ada," terangnya.
Alasan yang kedua yang menurutnya sebagai alasan yang tidak logis adalah dirinya hanya ingin membuat bangga orang tua, istri dan anaknya.
"Jadi sesimpel itu. Saya ingin orang tua saya bangga, saya ingin istri saya bangga, saya ingin anak saya bangga,oh ayah saya itu dulu bangun bank gitu, very stupid tapi for me ngena gitu," tutupnya.
Simak juga Video: Anwar Abbas Khawatir Bank Syariah Indonesia Cuma Layani Perusahaan Besar