Selain itu, menurut Ana, konsultan menjelaskan skema rights issue. Padahal AJB Bumiputera 1912 adalah perusahaan Mutual atau usaha bersama bukan perseroan terbatas.
Saat itu konsultan menjanjikan dana Rp 30 triliun dari proses. Pihak Bumiputera mengingatkan agar konsultan tidak melanggar Anggaran Dasar Bumiputera dan seluruhnya harus diketahui oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun rencana tersebut gagal. Konsultan kembali menawarkan skema lain pada setiap pertemuan dengan direksi.
"Sampai suatu ketika kami direksi diminta menandatangani MoU tentang pengalihan pengelolaan aset Bumiputera ke 'investor'. Saya tentu saja menolak membubuhkan paraf, karena tanpa sepersetujuan BPA. Mungkin karena direksi dinilai tidak kooperatif, OJK akhirnya menjatuhkan sanksi statuter. Atau mungkin juga rencana ini sudah lama. Yang saya ingat, seluruh anggota direksi dan komisaris dinonaktifkan. Posisi Dirut saat itu kosong, karena sudah diberhentikan BPA. Inilah babak baru Bumiputera. Pengelola Statuter (PS) mulai memegang kendali di Bumiputera. Saya mendengar, hanya sehari setelah saya non aktif, aset-aset properti telah berpindah tangan ke 'investor'," jelas dia.
Ana menambahkan orang Bumiputera asli, kader internal, disematkan stigma tidak profesional oleh regulator. Hal ini terjadi sejak perekrutan Direksi dibuka untuk orang luar.
Dia menyebutkan menurunnya kinerja Bumiputera dan skandal di bidang investasi makin parah ketika profesional masuk dari luar ke Bumiputera.
"Apakah ketidakprofesionalan SDM Bumiputera anda kaitkan dengan integritas? Integritas macam apa, pak Ris? Pihak Anda sudah menangkapi beberapa mantan anggota Direksi Bumiputera yang berasal dari kader internal, menjebloskannya ke penjara dengan tuduhan menggelapkan kekayaan perusahaan, ketika masalah klaim sudah semakin sulit dikendalikan," tulis Ana.
(kil/hns)