Aturan baru soal Jaminan Hari Tua alias JHT bikin heboh. Hal itu terjadi karena dalam aturan baru pencairan JHT 100% baru bisa dilakukan bila peserta berusia 56 tahun, aturan ini dinilai merugikan para pekerja.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menjadi pihak yang menerbitkan aturan tersebut lewat ketetapan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Gelombang penolakan aturan ini pun muncul, aksi unjuk rasa pun sudah dilakukan kaum buruh ke depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Bahkan kini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan pihak buruh juga akan mengajukan gugatan dalam waktu dekat ini.
"Kami minggu-minggu ini akan mengajukan PTUN. Selain meminta Presiden mencopot Menaker, mencabut Permenaker Nomor 2, kami juga akan ke PTUN untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022," katanya di lokasi demo di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Rabu (16/2/2022).
Kehadiran JHT di Indonesia sebagai jaminan sosial bagi pekerja sendiri cukup panjang ceritanya. Perjalanannya dimulai sejak tahun 1950-an, saat itu sederet aturan untuk perlindungan pekerja mulai dibuat.
Namun, asuransi khusus pekerja sebagai jaminan sosial baru muncul di tahun 1977. Saat itu diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja atau pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Perkembangan jaminan sosial untuk para pekerja sendiri berlanjut dengan diterbitkannya UU No.3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) yang menggantikan Astek. PT Jamsostek sejak saat itu ditunjuk sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.
Jaminan sosial bertujuan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian arus penerimaan penghasilan keluarga. Hal itu dilakukan sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang akibat risiko sosial.
Sementara itu, JHT sebagai salah satu bentuk jaminan sosial pekerja sendiri mulai hadir di era kepemimpinan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Aturan JHT BPJS di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak juga Video: Perancang Istana Negara Baru, Tak Mau Dibayar Malah Mau Menyumbang
(hal/zlf)