Ancaman Inflasi di Depan Mata, RI Perlu Naikkan Suku Bunga?

Ancaman Inflasi di Depan Mata, RI Perlu Naikkan Suku Bunga?

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 25 Mei 2022 16:55 WIB
Menjelang hari raya Idul Fitri 2021, Tim Pengendali Inflasi (TPID) DI Yogyakarta melakukan pemantauan di berbagai pasar baik tradisional maupun modern. Hasilnya, Aman!
Foto: PIUS ERLANGGA
Jakarta -

Inflasi tinggi menjadi tantangan global yang harus dihadapi banyak negara setelah pandemi melandai. Kondisi ekonomi yang belum pulih, ditambah dengan ancaman inflasi membuat ekonomi banyak negara menjadi riskan.

"Bank Sentral diharapkan bisa melakukan pengetatan likuiditas. Apa caranya, ya menaikkan suku bunga," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada detikcom, Rabu (25/5/2022).

Tauhid menyebut dengan naiknya suku bunga maka masyarakat dapat mengerem sisi demand. Menurutnya demand yang berlebih justru berdampak buruk bagi kondisi perekonomian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya ia menyebut jika inflasi memaksa bank sentral menaikkan suku bunga untuk pengetatan likuiditas. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya jumlah peredaran uang. Menurutnya kenaikan suku bunga membuat pertumbuhan ekonomi sedikit melambat.

Selain itu ia mengungkapkan inflasi bisa dikontrol jika pengendalian harga bisa dijaga dari sisi suplai, khususnya untuk bahan-bahan pokok. Dengan begitu komoditas barang akan tersedia tanpa mengalami volatilitas.

ADVERTISEMENT

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut jika inflasi terlalu tinggi akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Inflasi selain berpengaruh terhadap daya beli juga omzet pelaku usaha, juga bisa memicu terjadinya kenaikan suku bunga secara berlebihan," kata Bhima.

Pasalnya, jika bunga naik terlalu tinggi maka salah satu dampak dari sisi konsumen adalah biaya bunga yang lebih mahal untuk kredit perumahan (KPR) hingga kredit kendaraan bermotor. Sementara dari segi pengusaha, mereka mengalami biaya pinjaman yang meningkat untuk modal usaha.

Pemerintah, menurut Bima, sebaiknya bisa mulai memitigasi risiko lonjakan inflasi yang bisa terjadi setelah pandemi ini supaya dampaknya tidak memburuk seperti yang terjadi di negara lain.

Lebih lanjut Bhima menyebut jika inflasi adalah risiko yang paling nyata dan harus dimitigasi segera oleh pemerintah. Risiko ini harus segera dicegah sebelum kenaikan inflasi memburuk seperti yang terjadi di negara lain.

Negara mana saja yang mengalami lonjakan inflasi tertinggi? Apakah Indonesia termasuk? Lihat di halaman berikutnya.

Berikut ini daftar negara yang mengalami inflasi tertinggi secara tahunan (year on year) per Mei 2022:
1. Turki: 69,97%
2. Argentina: 55,1%
3. Rusia: 12.13%
4. Brazil:16,7%
5. Belanda: 9,6%
6. Spanyol: 8,4%
7. Amerika Serikat: 8,3%
8. Meksiko: 7,68%
9. Jerman: 7,4%
10. Inggris Raya: 7%


Simak Video "Sri Mulyani Targetkan Ekonomi RI Tumbuh 5,9%, Inflasi Maksimal 4%"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads