Fakta mengejutkan terungkap dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan BPJS Ketenagakerjaan alias BP Jamsostek. Ternyata, banyak perusahaan di Indonesia tidak patuh melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan pada pekerjanya.
Padahal dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya pada BP Jamsostek. Perusahaan juga diwajibkan untuk membayarkan iuran BP Jamsostek para pekerjanya.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo. Begini 3 faktanya:
1. 23 Ribu Perusahaan Bandel
Faktanya, Anggoro menjelaskan dari pemeriksaan yang sudah dilakukan pada 63.257 perusahaan yang ada di Indonesia yang mematuhi UU SJSN baru hanya 40.144 perusahaan saja. Itu baru jumlah kecil dari perusahaan menengah dan besar yang ada di Indonesia.
Artinya masih ada 23.113 perusahaan yang belum patuh untuk mendaftarkan dan membayarkan iuran BP Jamsostek milik pekerjanya.
"Jumlah perusahaan yang sudah kami periksa sampai Mei 2022 jumlah yang kami lakukan pengawasan dan pemeriksaan ada 63.257 perusahaan, dan baru 63% di antaranya patuh. Selebihnya ini tidak patuh, sekitar 37%," ungkap Anggoro dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (22/6/2022).
2. Modus Ketidakpatuhan Perusahaan
Anggoro mengungkapkan beberapa modus ketidakpatuhan yang terjadi. Mulai dari perusahaan belum mendaftarkan diri dan pekerjanya padahal masuk ke dalam kategori wajib BP Jamsostek. Kemudian ada juga modus ketidakpatuhan berupa perusahaan menunggak iuran BP Jamsostek milik pekerjanya.
Ada juga perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya saja pada BP Jamsostek, padahal semua pekerja wajib didaftarkan. Ada juga perusahaan yang melaporkan upah pekerjanya tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
3. Sanksi Bagi Perusahaan
Dia mengingatkan beberapa sanksi bisa diberikan kepada perusahaan yang tidak patuh pada aturan jaminan sosial. Mulai dari sanksi administrasi, bahkan hingga pidana.
Sanksi administrasi dimulai dari yang paling rendah berupa teguran tertulis, sanksi denda, hingga sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu atau TMP2T. Sementara sanksi pidananya berupa penjara maksimal 8 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
"Ada beberapa contoh hasil kinerja pengawasan pemeriksaan ada yang sanksi pidana. Ini ada direksi PT KDH divonis penjara karena ada tunggakan iuran Rp 432 juta," kata Anggoro.
Meski begitu, hingga Mei 2022, Anggoro menyatakan pembayaran iuran BP Jamsostek mengalami peningkatan 17,15%. "Namun, kepatuhan pembayaran iuran kami lihat naik 17% dan didapatkan 375 ribu peserta baru," ujarnya.
Simak Video "Ma'ruf: Jamsostek Juga Penting Diberikan ke Petani, Marbot, PKL"
(hal/das)