Hari ini Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) periode Juni 2022. Salah satunya adalah suku bunga acuan.
Ekonom PermataBank Josua Pardede mengungkapkan BI diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga acuan BI7RR di level 3,5% mempertimbangkan tingkat inflasi terutama inflasi fundamental yang masih terkendali.
Meskipun nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung melemah sepanjang bulan Juni ini sebesar 1,92%. Namun pelemahan rupiah tersebut tidak merefleksikan faktor fundamental.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor fundamental ekonomi Indonesia masih cenderung solid mempertimbangkan neraca transaksi berjalan yang tercatat surplus, kinerja ekspor yang ditopang oleh kenaikan harga komoditas global serta cadangan devisa yang berada dalam level yang sehat.
"Atau dengan perkataan lain, pelemahan rupiah saat ini sangat didominasi oleh faktor sentimen pasca kenaikan suku bunga acuan AS. Pelaku pasar saat ini juga cukup khawatir terkait dampak kebijakan moneter AS yang cukup agresif yang berpotensi mendorong perlambatan ekonomi AS dan bahkan berpotensi mengalami resesi sehingga mendorong risk off sentiment di pasar keuangan global," kata dia, Kamis (23/6/2022).
Hal ini dipengaruhi oleh faktor sentimen, artinya pelemahan rupiah saat ini hanya bersifat sementara. Ke depannya, BI berpotensi mulai menaikkan suku bunga acuannya pada semester II2022 dalam menjangkar potensi peningkatan inflasi fundamental serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga 25 bps untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mengikuti tren kenaikan suku bunga Fed rate.
"Memang dilematis, jika BI tetap menahan suku bunga karena inflasi di dalam negeri masih terpantau stabil (3,5% per Mei) dan bank ingin didorong manfaatkan pemulihan untuk tingkatkan penyaluran kredit dengan bunga terjangkau. Tapi konsekuensi dari menahan tingkat suku bunga sudah berdampak terhadap stabilitas nilai tukar rupiah," jelas dia.
Efek dari pelemahan nilai tukar tentu nya punya korelasi dengan naiknya pembayaran utang luar negeri beberapa perusahaan dan dapat berakibat pada imported inflation, terutama pangan di semester ke II.
"Selain menjinakkan inflasi lewat kenaikan suku bunga, BI perlu meningkatkan GWM. Sejauh ini LDR Bank masih cukup longgar, sehingga kenaikan GWM tidak terlalu mengganggu likuiditas perbankan," jelasnya.
GWM merupakan instrumen yang bisa dipakai untuk mengatur jumlah uang beredar di masyarakat. Tentu BI perlu berkoordinasi dalam TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) agar masalah inflasi karena stok pangan dan kelancaran distribusi bisa segera diatasi. Setidaknya meski koridor BI dalam TPID bisa memberikan terobosan dan masukan ke pelaksana teknis di Kementerian dan Pemda.
(kil/das)