Pertumbuhan Kredit BNI Tembus Rp 622,61 T, Ini Fokus Segmennya

Atta Kharisma - detikFinance
Senin, 24 Okt 2022 17:57 WIB
Foto: Dok. BNI
Jakarta -

PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) atau BNI (kode saham: BBNI) mencatatkan pertumbuhan laba bersih 76,8% Year on Year (YoY) mencapai Rp 13,7 triliun. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyampaikan hal ini menjadi bukti kinerja solid perseroan di tengah tantangan ekonomi global maupun domestik.

"Kami sangat bersyukur sampai dengan kuartal ketiga 2022 ini, kami dapat konsisten membukukan kinerja yang solid di tengah berbagai tantangan ekonomi global maupun domestik," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar.

Royke mengatakan pertumbuhan laba yang sehat ini tetap dapat dicapai meskipun perseroan menerapkan strategi fungsi intermediasi selektif. Pertumbuhan kredit mencapai 9,1% YoY menjadi Rp 622,61 triliun dengan fokus pada segmen berisiko rendah, debitur Top Tier di setiap sektor industri prospektif, serta regional champion di masing-masing daerah. Royke berharap eksposur kredit berkualitas tinggi ini dapat berdampak pada perbaikan kualitas kredit dalam jangka panjang.

Royke menjelaskan sebagai penopang pertumbuhan kredit, BNI mengandalkan pendanaan terutama dari Current Account Savings Account (CASA), yakni tabungan dan giro. Rasio CASA BNI mencapai 70,9% dari total dana pihak ketiga (DPK). Angka tersebut merupakan pencapaian yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Dengan performa tersebut, sambung Royke, Net Interest Income BNI tumbuh 5,2% YoY menjadi Rp 30,2 triliun. Non-Interest Income juga tumbuh baik mencapai 7,8% YoY menjadi Rp11 triliun, yang didorong oleh transaksi digital dan fee dari bisnis sindikasi. Sehingga, BNI mencetak pendapatan operasional sebelum pencadangan atau Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) sebesar Rp 25,8 triliun atau meningkat 9,7% YoY.

Royke menuturkan di kuartal ketiga tahun ini, kondisi eksternal yang ada tergolong menantang lantaran dipicu oleh eskalasi tensi geopolitik. Hal tersebut menciptakan sejumlah risiko baru di tengah efek pandemi COVID-19 mulai mereda.

Salah satunya, ungkap Royke, gangguan pada rantai pasok yang menyebabkan lonjakan harga komoditas energi dan pangan global. Hal ini berdampak pada meningkatnya laju inflasi yang diikuti pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Ia menilai tren ini berpotensi menyebabkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.

"Tentunya kami akan terus berupaya untuk menjaga kinerja perseroan agar tetap sustain sehingga dapat membantu pemerintah melanjutkan tren pemulihan ekonomi serta tetap memberikan imbal hasil investasi kepada pemegang saham," ucapnya.

Royke mengatakan pihaknya optimistis dapat merealisasikan kinerja positif hingga akhir 2022, didukung oleh portofolio kredit yang sudah jauh lebih sehat dan tetap mengedepankan aspek prudential banking. Terlebih, tren kinerja ekonomi Indonesia yang masih tumbuh impresif sebesar 5,4% YoY di kuartal dua dan hingga akhir tahun diperkirakan masih pada kisaran di atas 5,3% YoY.

"Tren pertumbuhan ini masih cukup baik dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia. Maka, kami optimis masih berada dalam jalur yang tepat untuk memenuhi perkiraan laba tahun 2022 sesuai dengan corporate plan," imbuhnya.




(akn/hns)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork