Pentingnya Regulasi Ketat untuk Genjot Petumbuhan Industri Perbankan

Pentingnya Regulasi Ketat untuk Genjot Petumbuhan Industri Perbankan

Yudistira Imandiar - detikFinance
Minggu, 19 Feb 2023 15:03 WIB
Good Corporate Governance (GCG)
Foto: Dok. Shutterstock
Jakarta -

Pemerintah mengatur ketat aktivitas industri perbankan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan melindungi kepentingan nasabah. Terlebih lagi, aset perbankan nasional tercatat mencapai Rp 11.113 triliun atau rasionya terhadap aset sektor keuangan sekitar 77-78%.

Hal itu mengindikasikan bahwa industri perbankan mendominasi sektor keuangan, sehingga perlu diatur secara ketat.

Regulasi yang ketat tersebut menuntut para bankir dan pihak terkait lainnya untuk mematuhi berbagai peraturan dan standar yang telah ditetapkan. Termasuk di antaranya manajemen risiko, pengelolaan keuangan, kepatuhan pada regulasi dan standar yang ditetapkan oleh regulator, serta penilaian kualitas kredit secara terus-menerus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, regulasi ketat tak lantas membuat perbankan menjadi kurang fleksibel dalam memberikan kredit. Sebaliknya, dengan adanya regulasi yang ketat, para bankir dituntut untuk semakin cermat dalam memilih peminjam yang layak, sehingga risiko kredit macet dapat diminimalkan.

Direktur Eksekutif Segara Institut Pieter Abdullah mengatakan definisi pengawasan atau regulasi ketat perbankan bukan berarti dipersulit.

ADVERTISEMENT

"Penyaluran kredit ketentuannya yang berlaku utamanya di bank itu sendiri, prinsip prudent (kehati hatian) tiap bank punya SOP dalam bentuk 5 C, ini yang harus dipatuhi self regulatory-nya," kata Pieter dalam keterangan yang diterima detikcom, Minggu (19/2/2023).

Menurut Pieter, ketatnya regulasi penyaluran kredit dilakukan dalam upaya melindungi dana publik yang diamanahkan kepada bank. Regulator, dalam hal ini BI dan OJK sangat mendorong penyaluran kredit jauh lebih ekspansif.

"Fungsi dari bank kan sebagai intermediasi jadi ya harus prudent jangan sampai kejadian seperti era 1998/1998 silam itu bahaya kan," lanjut Pieter.

Pieter mengakui perbankan terutama bank BUMN sudah cukup ekspansif dalam penyaluran kredit karena sudah menjadi rencana pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebagai hasil dari regulasi yang ketat, perbankan Indonesia telah mencatatkan kinerja yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir. Bank-bank di Indonesia juga terus melakukan inovasi dan pengembangan teknologi untuk memberikan layanan yang lebih baik dan efisien bagi nasabah.

Salah satu contohnya yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang mampu membukukan laba terbesar sepanjang sejarahnya pada tahun lalu. BNI membukukan pertumbuhan laba 68% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 18,31 triliun pada 2022.

Selain itu, pertumbuhan kredit BNI juga tumbuh 10,9% yoy dengan rasio loan at risk (LaR) turun dari 23% menjadi 16%, dan tingkat biaya kredit atau cost of credit turun dari 3,3% menjadi 1,9% di tahun 2022.

Kinerja moncer BNI tersebut dibarengi dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang ketat oleh perseroan. Hal tersebut ditandai dengan penghargaan The Best State Owned Enterprises dan masuk dalam kategori Top 50 Big Cap Public Listed Companies dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) yang diraih BNI.

Penghargaan tersebut diraih BNI terkait penerapan GCG sekaligus kestabilan bisnis jangka panjang yang dilakukan.

(akd/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads