Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen. Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 232,22 persen dan 134,58 persen.
"Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR dan NSFR perbankan di Amerika sebesar 120,43 persen dan 123,20 persen serta perbankan di Eropa sebesar 152,39 persen dan 120,21 persen," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belajar dari kegagalan Silicon Valley Bank, pentingnya kecukupan rasio modal dan ketersediaan likuiditas yang memadai. Biaya modal serta ketersediaan likuiditas dalam jumlah yang cukup memang dianggap mahal dan tidak efisien.
Ia menjelaskan BCBS turut mengingatkan bahwa keterbatasan modal dan likuiditas akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar apabila industri perbankan gagal dalam mengantisipasi pergerakan/gejolak makroekonomi global dan gagal dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
"Biaya ekonomi dan sosialnya akan sangat besar dan jauh lebih mahal terlebih apabila hal tersebut memicu efek rambatan (spillover effect) secara global. Kasus kegagalan SVB atau Lehman Brother sebelumnya telah memberi pelajaran yang sangat berharga," katanya.
Sejalan dengan arahan BCBS, Dian meminta agar perbankan Indonesia terus memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian. Adapun prinsip kehati-hatian dengan cara melakukan stress testing, pemantauan terhadap portofolio aset, liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman, dan pendanaan.
"Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga," ungkapnya.
Selanjutnya dalam menyikapi kasus SVB dan efek rambatannya, meski dampaknya minimal pada industri perbankan Indonesia, kepada perbankan agar prinsip-prinsip dasar kehati-hatian terus menjadi perhatian," sambungnya.
Menurutnya, rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi harus tetap dijaga. Praktek-praktek excessive risk taking behaviour yang spekulatif harus dihindari. Selain itu, untuk menguji ketahanan perbankan, secara regular perbankan diminta melakukan stress test pada berbagai skenario.
Ia menekankan dinamika global dan kebijakan makroprudensial yang cepat perlu terus diantisipasi dengan seksama. Tensi geopolitik global dan volatilitas kondisi pasar masih akan terus terjadi dengan berbagai dinamikanya. Sepanjang prinsip kehati-hatian dan praktek perbankan yang sehat terus dijaga, perbankan Indonesia akan tetap resilien dan akan terus bertumbuh dengan sehat sebagaimana kondisi saat ini.
"OJK akan terus memperkuat koordinasi antara otoritas terutama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna memastikan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga," tutup Dian.
(akn/ega)