Ambruknya Silicon Valley Bank (SVB) menyita perhatian dunia. Rontoknya bank yang membiayai startup ini pun menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya pada Indonesia. Lalu, bagaimana dampaknya bangkrutnya SVB bagi Tanah Air?
Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menjelaskan, bank di Amerika Serikat (AS) khususnya SVB memiliki perbedaan yang mendasar dengan bank di Indonesia. Dia mengatakan, pendanaan SVB berasal dari antar bank. Sementara, pendanaan bank di Indonesia berasal dari ritel.
Dia menuturkan, SVB dihadapkan pada persoalan suku bunga yang tinggi. Di sisi lain, investasi dari bank tersebut rugi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bank di Amerika kaya SVB dia fundingnya interbank. Kalau kita lebih banyak dari ritel deposit, dana pihak ketiga. Pada saat di sana collaps karena yang naruh deposit itu fintech-fintech semua, uang gede-gede semua, tiba-tiba bunga naik. Dia salah asumsi," ujarnya usai acara Inklusi Ekosistem Digital untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan di UOB Plaza Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Dia mengatakan, persoalan yang melanda SVB ialah krisis likuiditas. Hal itu terjadi karena manajemen risikonya tidak begitu baik.
"SVB itu sebenarnya krisis likuiditas yang disebabkan risk monitoringnya itu jelek sekali. Dia memang kesalahannya di situ, memang management risikonya fail," ujarnya.
Bagi Indonesia, kata dia, dampaknya hanya sesaat di mana rupiah melemah. Namun, pelemahan itu tidak berlangsung lama.
"Jadi in short menurut saya tidak menular sih, yang menular hanya sesaat banget. Karena persepsi apakah semua bank kena, ternyata nggak," ujarnya.
(acd/hns)