Sri Lanka mengumumkan akan melakukan program restrukturisasi utang domestik. Hal ini karena Sri Lanka tak mampu membayar utang yang jumlahnya sangat besar. Gubernur Bank Sentral Sri lanka Nandalal Weerashinghe mengungkapkan pemerintah akan menukar utang treasury jangka pendek menjadi obligasi jangka panjang.
Dikutip dari Reuters, Sri Lanka saat ini memang sedang berjuang untuk mengakhiri krisis keuangan terburuk sejak merdeka dari Inggris pada 1948 lalu. Cadangan devisa negara juga sempat mencapai rekor terendah dan menjadi pemicu gagal bayar utang luar negeri pertamanya tahun lalu.
Aksi protes dari warga Sri Lanka meluas, ekonomi negara itu runtuh dan warga meminta mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk meninggalkan Sri Lanka pada Juli tahun lalu. Pada Maret, Sri lanka mendapatkan dana talangan US$ 2,9 miliar dari IMF dan akan ditinjau ulang pada September.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Restrukturisasi utang ini dibutuhkan untuk membantu Sri Lanka mencapai program yang telah disampaikan IMF yaitu mengurangi keseluruhan utang menjadi hanya 95% dari produk domestik bruto (PDB) tahun 2032.
Pemerintah Sri Lanka juga melakukan negosiasi ulang dengan pemegang utang luar negeri dan bilateral seperti China, Jepang dan India.
Tak cuma itu gubernur Weerashinghe menyebut ada tiga opsi yang bisa dijalankan dalam proses perombakan utang ini. Mulai dari pengurangan 30% pokok utang dengan pembayaran kembali dalam jangka waktu 6 tahun dan tingkat bunga 4%.
"Kami meminta pemegang utang luar negeri untuk memangkas 30% pokok utang kami, tapi itu masih dalam pembahasan," jelas dia dikutip dari Reuters, Kamis (29/6/2023).
Dia menyebutkan, Sri Lanka kini memiliki US$ 12,5 miliar obligasi pemerintah internasional dan pinjaman bilateral US$ 11,3 miliar.
(kil/hns)