Asep bingung saat uang tabungan anaknya di sebuah SD di Pangandaran tak bisa dicairkan. Dia sudah mencari informasi sana-sini terkait uang tabungan tersebut. Ia merasa seperti diping-pong. Padahal, dia cuma ingin uang anaknya dikembalikan sesuai dengan yang sudah disetorkan. Dalam pemberitaan detikcom total uang yang tak bisa ditarik di daerah tersebut mencapai Rp 7,47 miliar!
"Saya memohon kepada bapak/ibu guru terutama dinas terkait, karena saya bingung kepada siapa harus menagih," kata Asep dalam pemberitaan detikJabar (16/6/2023) lalu.
Masalah ini tak cuma terjadi pada Asep, tapi ratusan orang tua siswa SD Negeri Pakemitan 3 dan SD Negeri Pakemitan 1 di Tasikmalaya juga tak bisa mengambil uang tabungan dengan total hingga lebih dari Rp 700 juta yang disetorkan ke sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita soal tabungan raib di Indonesia memang seperti tak ada habisnya. Tak cuma soal ditilap oknum. Ada juga uang yang rusak karena disimpan di kolong tempat tidur, seperti yang dialami oleh Rustini, warga Pekalongan.
Rustini menyimpan uang Rp 40 juta di di dalam toples dan dimasukkan ke dalam plastik lalu ditaruh di bawah tempat tidur. Hingga dia memeriksa kolong tempat tidurnya dan mendapati uangnya dimakan rayap, lembab dan lengket. Beruntung, sekitar Rp 23,5 juta masih bisa diselamatkan dan ditukar di Bank Indonesia (BI) dan Rustini memutuskan untuk langsung menyimpan di bank.
Maraknya kasus tabungan raib tentu saja ada pelajaran yang bisa dipetik. Pada dasarnya, dibutuhkan tempat aman untuk menyimpan uang.
Bicara soal tabungan sekolah, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Cimanggu, Pandeglang, Banten Ramli Idris mengatakan, berbagai peristiwa yang terjadi telah menimbulkan rasa tak percaya dari pelajar untuk menyimpan uang mereka. Krisis kepercayaan pelajar menabung di sekolah terjadi karena tindakan oknum guru yang suka menggunakan tabungan murid. Oleh karena itu, pihaknya menggandeng bank untuk melakukan edukasi kepada para muridnya.
"Kepercayaan menabung di sekolah itu terus turun karena oknum guru yang suka pakai uang tabungan murid. Sekarang tidak ada lagi itu simpan uang di guru. Langsung kami ajak pihak bank untuk edukasi ke sekolah," katanya kepada detikcom belum lama ini.
Ramli menyebutkan, edukasi yang diberikan kepada para murid mencakup cara menabung, keamanan menyimpan uang di bank yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga pentingnya kebiasaan menabung.
Keamanan yang diberikan oleh bank telah dirasakan Dea, siswa kelas X di sebuah SMK swasta di Depok. Sebelum menempatkan uangnya di bank, Dea mengumpulkan uangnya di celengan plastik berwarna biru. Bukannya bertambah, Dea mengaku uangnya justru sering hilang entah kemana.
Dea sendiri telah membuka tabungan Simpanan Pelajar (SimPel). Biasanya, Dea akan menyetorkan uang tabungannya seminggu sekali, yaitu setiap hari Selasa ke bank BUMN dekat rumahnya.
Selain sisa uang jajan mingguan yang disetorkan, Dea juga menyetorkan uang kiriman dari beberapa kakaknya. Lewat tabungan itu, Dea berkeinginan membeli laptop untuk menunjang kebutuhan sekolah jika telah tercukupi.
Sekadar informasi SimPel merupakan tabungan untuk siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, Madrasah (MI, MTS, MA) atau sederajat. Dengan SimPel, siswa bisa membuka tabungan dengan setoran awal mulai dari Rp 5.000 dan setoran berikutnya Rp 1.000. Tak ada biaya administrasi rekening. Setiap siswa akan mendapatkan kartu debit yang bisa digunakan untuk bertransaksi di berbagai jaringan ATM.
Rasa aman menyimpan uang di bank semakin kuat dengan adanya LPS. Lembaga ini berperan menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Fungsi penjaminan itu diwujudkan dengan melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut. Sementara, fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik (bank resolution).
Adapun syarat nasabah mendapat penjaminan antara lain simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank, nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar yang ditetapkan oleh LPS atau nasabah tidak menerima imbalan yang tidak wajar dari bank, serta nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut. Simpanan yang dijamin oleh LPS untuk setiap nasabah di satu bank maksimal saldonya adalah Rp 2 miliar. Jika simpanan melebihi Rp 2 miliar, akan diselesaikan oleh tim likuidasi berdasarkan likuidasi kekayaan bank.
LPS Gandeng Pramuka Edukasi Masyarakat
Pada perjalanannya, LPS aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menabung di bank. Hal ini salah satunya dengan menggandeng Pramuka.
"Pramuka sebagai agen perubahan di masyarakat memiliki peran penting khususnya dalam mengedukasi masyarakat bahwa menabung di bank aman dijamin LPS. Sehingga nantinya tidak ada lagi kasus-kasus seperti uang celengan dimakan rayap atau tabungan yang hilang karena di simpan di bawah bantal," kata Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.
Menabung di bank merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk meningkatkan inklusi keuangan nasional. Dengan meningkatnya inklusi keuangan maka akan mendukung pendalaman pasar keuangan dan stabilitas keuangan nasional.
Hal tersebut disampaikan pada peringatan Hari Indonesia Menabung Tahun 2023 (20/8). LPS bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelenggarakan puncak peringatan Hari Indonesia Menabung dengan tema kegiatan KEJAR Prestasi dan Bangun Generasi Kita (KREASIBANGKIT).
Berdasarkan data LPS, jumlah rekening nasabah bank umum yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS pada bulan Juni 2023 sebanyak 99,94% dari total rekening atau setara 520.526.539 rekening.
Chief Economist PT BRI Danareksa Sekuritas, Telisa Falianty mengungkapkan saat ini memang masih ada tren orang menyimpan uang di rumah karena malas pergi ke bank. Salah satu faktornya ialah jarak yang jauh dan budaya menabung yang belum kuat di Indonesia.
"Bisa juga ada ketidakpercayaan kepada perbankan. Hal ini karena edukasi yang belum merata serta literasi keuangan masyarakat masih rendah," ujar dia. Selain itu, ia juga menilai karena ketidaktahuan orang terhadap bank sehingga meminta bantuan pada pihak lain. Ujungnya, justru jadi korban penipuan.
"Apalagi banyak berita-berita ada orang-orang tua yang tidak mengerti perbankan, jadi minta tolong ke anak kosnya hingga akhirnya uang dia diambil. Masih banyak rasa takut ditipu. Karena memang edukasi tentang bank serta teknologi itu masih sangat terbatas," jelasnya.
Karena itu bank diminta untuk melakukan jemput bola agar masyarakat mau menabung. Seperti menggunakan mobil keliling guna meningkatkan edukasi keuangan ke masyarakat agar merasa aman dengan sistem perbankan. Lalu, bank juga memastikan tingkat keamanan meningkat di tengah maraknya kasus cyber crime.
Perencana Alliance Group Indonesia,Andy Nugroho mengungkapkan masih banyaknya orang yang menyimpan uang tunai di rumah karena memang kebiasaan dan pola hidup selama ini. Dia mencontohkan, ada orang yang memiliki usaha tradisional seperti kios sayur di pasar.
Usaha tersebut membutuhkan uang tunai dalam jumlah besar, baik untuk memasok sayur maupun untuk uang kembalian. Dengan uang tunai justru lebih praktis dan pedagang tak perlu menyetorkan uangnya setiap hari ke bank.
Alasan kedua biasanya karena faktor kepercayaan ataupun keengganan berurusan dengan pihak bank. Sepertinya terdengar aneh, namun pada kenyataannya memang ada kecenderungan masyarakat berpikir seperti itu.
Faktor trust atau kepercayaan terhadap bank biasanya karena kemungkinan masih ada yang belum percaya sepenuhnya terhadap tingkat keamanan bank, atau menganggap sama saja antara menyimpan uang di bank dan di rumah.
Sementara, faktor keengganan berurusan dengan bank biasanya terjadi karena adanya anggapan berurusan dengan pihak bank itu ribet, banyak aturan, banyak dokumen yang harus dipahami dan ditandatangani, serta harus antre panjang untuk bisa dilayani.
"Apalagi semisal mereka datang dari khalayak yang mungkin kurang teredukasi, kurang melek teknologi, ataupun masyarakat yang berasal dari strata sosial ekonominya menengah bawah, atau tinggalnya di daerah-daerah yang memang jauh dari jangkauan bank," jelas dia.
Menurut Andy memang tak ada keharusan juga kita menyimpan uang kita di bank. Namun, keunggulan menyimpan uang di bank adalah pencatatan keluar masuknya uang lebih akurat, bahkan kita sekarang bisa mengeceknya secara realtime lewat aplikasi di handphone. Kedua, jika menyimpan uang dalam jangka waktu lama tidak terkena risiko lapuk dimakan usia.
Ketiga dengan menggunakan kartu debit bahkan sekarang cukup dengan aplikasi bank di handphone, bisa mengambil uang tunai di ATM. Jadi, tidak perlu pulang ke rumah untuk ambil uang dulu seandainya kekurangan.
Keempat tingkat keamanannya lebih baik daripada di rumah, baik dari segi pencurian maupun resiko terjadinya force majeure seperti kebakaran ataupun bencana alam lainnya.
"Selain itu seandainya terjadi bencana, tentu pihak bank akan menangani data nasabah yang terdampak. Kelima simpanan nasabah pada jumlah tertentu akan dilindungi juga oleh pemerintah melalui LPS," ungkapnya.
(acd/kil)