PT Bahana TCW Investment Management (TCW) memproyeksikan Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,50% dalam pertemuan bulan ini, meski inflasi AS pada Agustus yang lalu kembali naik ke level 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Ekonom Bahana TCW Emil Muhamad mengatakan, proyeksi tersebut muncul seiring dengan bank sentral global yang mulai menyadari pentingnya mendukung pertumbuhan ekonomi, meski dalam jangka pendek masih ada tekanan inflasi.
"Kami melihat ke depan bank sentral global segera shifting ke arah growth over stability. Namun perlu dicatat bahwa stability bisa tetap dijaga dengan beragam kebijakan,'' ujar Emil, dalam keterangan tertulis, Selasa (19/9/2023).
"Bank Indonesia (BI) misalnya bisa menempuh kebijakan pro growth melalui kebijakan makroprudensial loan to value (LTV) dan diskon giro wajib minimum (GWM), sedangkan untuk menjaga stabilitas dilakukan dengan kebijakan suku bunga dan juga melalui sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI)," tambahnya.
Emil mengatakan, pasar akan terkejut bila AS kembali menaikkan suku bunganya, namun kenaikan itu tidak perlu direspons oleh BI dengan menaikkan suku bunga acuan. Bila The Fed menaikkan suku bunganya pada bulan ini, maka untuk pertama kali dalam sejarah, suku bunga acuan AS berada pada level yang sama dengan suku bunga acuan Indonesia sebesar 5,75%.
Menurutnya, hal ini memang akan menambah tekanan terhadap nilai tukar, namun bank sentral bisa menjalankan triple intervention dan instrumen barunya SRBI. Dalam kondisi global yang penuh tekanan saat ini, menjaga yield differential dianggap lebih penting bagi kebijakan moneter.
Pada pertengahan September ini saja, selisih yield surat berharga negara (SBN) dengan surat berharga US atau disebut juga US treasury (UST) tenor 10 tahun telah naik ke 2,35%. Selama selisihnya masih di atas level terendah yang pernah terjadi di 2,12%, yield SBN masih cukup menarik bagi investor asing, apalagi pemerintah terus berupaya menekan inflasi domestik.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Agustus sebesar 3,27% secara tahunan sehingga inflasi Indonesia sejak Januari hingga Agustus 2023, tercatat sebesar 1,33%, masih berada dalam target bank sentral sekitar 2-4% hingga akhir 2023.
''Dengan menjaga yield di pasar keuangan tetap menarik, BI dapat mempertahankan suku bunga meski The Fed masih membuka kemungkinan untuk menaikkan suku bunganya satu kali lagi ke depan,'' kata Emil.
"Kami sendiri memperkirakan suku bunga The Fed dan BI 7-day reserve repo rate tidak akan bergerak hingga akhir tahun meski dalam jangka pendek masih ada tekanan inflasi. Bank sentral secara global akan lebih mempertimbangkan prospek pertumbuhan dan inflasi di tahun depan dalam menentukan arah kebijakannya hingga akhir tahun ini," tambahnya.
(eds/eds)