Mengenal Taksonomi Hijau, Pedoman Bisnis yang Berkelanjutan di RI

Mengenal Taksonomi Hijau, Pedoman Bisnis yang Berkelanjutan di RI

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 24 Nov 2023 11:06 WIB
Ilustrasi Gedung Djuanda I dan Gedung Soemitro Djojohadikusumo
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memulai peran yang besar dalam mendukung komitmen Pemerintah Indonesia memenuhi Kesepakatan Paris soal perubahan sekaligus mencapai tujuan SDGs. Dukungan OJK tersebut tertuang dalam Taksonomi Hijau Indonesia yang dikeluarkan oleh OJK pada awal 2022 dan telah direvisi pada tahun 2023.

Taksonomi Hijau Indonesia sendiri adalah klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam, menyatakan bahwa OJK memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan atau ekonomi hijau.

"Saya kira Taksonomi Hijau Indonesia adalah perwujudan kesadaran OJK akan posisinya yang sangat strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi hijau di Indonesia. Melalui Taksonomi Hijau, OJK bisa mengarahkan lembaga-lembaga jasa keuangan khususnya perbankan dalam memahami dan mengklasifikasikan aktivitas hijau dalam portofolio produk dan/atau jasa keuangan yang mereka miliki," ungkap Piter dalam keterangannya, Kamis (23/11/2023).

Lebih lanjut Piter menjelaskan bahwa Sektor Jasa Keuangan (SJK) berperan penting untuk mempercepat penerapan aktivitas ekonomi yang berdampak positif terhadap lingkungan dalam membangun perekonomian yang lebih tangguh.

Revisi Taksonomi Hijau adalah upaya OJK untuk terus menyempurnakan kebijakannya. Taksonomi Hijau versi satu bisa dikatakan sebagai versi awal yang memperkenalkan klasifikasi aktivitas hijau. Dalam Taksonomi hijau versi terbaru, mulai ada focus pada permasalahan isu tertentu seperti ESG dan isu-isu transisi.

Dalam Taksonomi terbaru setiap sektor akan dikategorikan hijau, kuning dan merah. Hijau adalah kegiatan usaha yang melindungi, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta memitigasi dan mengadaptasi perubahan iklim dengan mematuhi standar tata kelola yang ditetapkan pemerintah dan menerapkan praktik terbaik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Kuning adalah kegiatan usaha yang memenuhi beberapa kriteria/ambang batas hijau.

Penentuan manfaat kegiatan usaha ini terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan masih harus ditetapkan melalui pengukuran serta dukungan praktik terbaik lainnya. Sementara merah adalah kegiatan usaha yang tidak memenuhi kriteria/ambang batas kuning dan/atau hijau.

Menurut Piter Abdullah, kegiatan-kegiatan usaha yang tidak masuk dalam kategori hijau akan kesulitan mendapatkan pendanaan dari SJK. Piter juga menyatakan bahwa dengan menimbang pentingnya THI bagi perkembangan perekonomian, maka THI kedepannya perlu dilengkapi dengan kriteria kuantitatif termasuk emisi karbon.

Kategori taksonomi hijau Indonesia juga perlu disesuaikan dari Hijau dan Kuning menjadi Hijau dan transisi. Artinya ada sektor tertentu yang melakukan proses transisi model bisnis agar dapat memenuhi kriteria hijau dan akan mendapat kemudahan pendanaan.

"OJK kan sudah menerbitkan aturan dan sudah meresmikan Bursa karbon. Ini menurut saya sangat sejalan dan akan saling melengkapi dengan revisi Taksonomi Hijau. Keduanya adalah bagian dari proses transisi sebuah Perusahaan memperbaiki batas emisi karbon," ungkap Piter. (hal/rrd)


Hide Ads