Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) akan mendorong perbankan untuk mengadopsi sistem credit scoring pada 2024. Pertimbangan ini diambil karena banyak UMKM yang sulit mendapat permodalan dari bank karena faktor agunan.
"UMKM kalau mau meminjam dia tidak bisa karena terkendala agunan. Kita mengusulkan kalau mereka (mau meminjam) tidak perlu agunan tapi pakai credit scoring. Lewat credit scoring, kita bisa melihat pembukuan dan aktivitas keuangan sehari-hari. Rencananya (diimplementasikan 2024)," ucap Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, saat dihubungi detikcom, Kamis (28/12/2023).
Yulius kemudian menjelaskan, bahwa pihaknya akan mendorong perbankan menggunakan sistem credit scoring pada 2024. Kendati demikian, ia enggan menjelaskan lebih rinci apakah hal itu berarti Kemenkop UKM akan dorong pembuatan regulasi baru maupun kesepakatan alias MoU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu akan kita buat agar mendorong perbankan memberikan pinjaman kepada UMKM tanpa agunan. Sudah kita siapkan. (Bentuk regulasinya) Belum bisa saya bicarakan," jelasnya.
Sebelumnya, Menkop UKM Teten Masduki mengakui skema penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kurang efektif. Menurutnya, sudah saatnya skema penilaian pemberian kredit bagi UMKM oleh bank menempuh metode lain.
"Saya kira (sudah) waktunya KUR dievaluasi karena kurang efektif," ungkap Teten dalam agenda Refleksi 2023 dan Outlook 2024, di SMESCO Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
Teten kemudian menilai sudah saatnya bank mencari mekanisme atau skema penyaluran kredit lain agar UMKM bisa memperoleh kredit, salah satunya sistem credit scoring. Sebab banyak UMKM yang tidak bisa memperoleh kredit dari perbankan karena kewajiban agunan.
Ia menawarkan agar bank menggunakan credit scoring dalam menilai permohonan pinjaman UMKM. Skema itu dinilainya efektif untuk melihat rekam jejak pinjaman UMKM. Teten pun mengaku sudah berdiskusi banyak pihak terkait hal tersebut.
"Sudah banyak perusahaan swasta dan aplikasi yang bisa membantu perbankan melakukan scoring atau pemeringkatan. Saya juga sudah banyak ketemu dengan berbagai perusahaan yang (mengatakan) memang sudah sangat tepat menggunakan (sistem) itu karena kalau UMKM diharuskan agunan, pasti sulit," imbuhnya.
Adapun berdasarkan data Kemenkop UKM, jumlah realisasi KUR per 21 Desember telah mencapai Rp 250,3 triliun atau 84,28% dari target yang ditetapkan kepada 4,48 juta debitur. Sebanyak 42,39% di antaranya adalah debitur dengan usaha di sektor perdagangan besar dan eceran.
Selain itu, Kemenkop UKM juga sudah memetakan total Rp 358,4 miliar KUR Klaster yang berbasis rantai pasok kepada 4.865 UMKM anggota dari 39 klaster oleh 9 penyalur KUR.
(kil/kil)