Rilis Laporan Kinerja Perbankan RI Triwulan III 2023, OJK Kasih Catatan Ini

Rilis Laporan Kinerja Perbankan RI Triwulan III 2023, OJK Kasih Catatan Ini

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 29 Des 2023 15:42 WIB
Gedung OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan kondisi perbankan di Indonesia sepanjang kuartal III 2023. Hal ini dibahas melalui Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan III 2023.

Laporan ini memuat overview dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik serta kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan/atau pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi oleh perbankan.

OJK memaparkan, IMF dalam World Economic Outlook (WEO) Oktober 2023 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari tahun 2022 sebesar 3,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 3,0% pada 2023, kemudian menjadi 2,9% pada 2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah inflasi global yang mulai melandai, suku bunga acuan beberapa negara masih tetap pada level relatif tinggi seiring dengan tingkat inflasi yang masih belum mencapai target 2%. Meski mulai melandai, tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih berpotensi tinggi.

"Utamanya karena kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi geopolitik di berbagai wilayah yang masih berlanjut serta adanya fenomena El Nino yang mengganggu proses dan tingkat produksi pangan. Perlambatan ekonomi Tiongkok juga perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global ke depan," jelas OJK, dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (29/12/2023).

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, pada triwulan III-2023 ekonomi domestik relatif tumbuh kuat yaitu sebesar 4,94% (yoy), meski melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 5,17% (yoy). Relatif kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik utamanya didorong oleh permintaan yang solid, tercermin pada kuatnya konsumsi rumah tangga serta meningkatnya investasi di tengah turunnya pengeluaran Pemerintah dan kinerja ekspor.

"Masing-masing karena pergeseran belanja pegawai dan penurunan nilai ekspor maupun impor sejalan dengan perlambatan ekonomi global," imbuhnya.

Ekonomi domestik yang relatif kuat juga terekam pada indikator perbankan, sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit bank umum yang masih cukup baik, yaitu sebesar 8,96% (yoy) meskipun melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya 11,00%. Pertumbuhan kredit tersebut turut didorong oleh membaiknya aktivitas usaha dan meningkatnya tingkat optimisme konsumen.

Selain itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga masih tumbuh yaitu sebesar 6,54% (yoy) atau sedikit melambat dari tahun sebelumnya sebesar 6,77% (yoy). Perlambatan DPK antara lain dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi, di antaranya disebabkan terbatasnya konsumsi masyarakat hingga peralihan arus dana non-residen ke luar seiring tingginya suku bunga global.

"Perlambatan DPK dan Kredit juga disebabkan adanya aksi sebagian korporasi yang melakukan self financing dengan menggunakan surplus cashflow di perbankan untuk membiayai kebutuhan belanja operasional. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) dibanding tahun lalu," tulis OJK.

Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum juga masih cukup memadai sebagaimana tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 115,37% dan 25,83%, masih jauh di atas threshold. Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 27,33% yang utamanya ditopang perbaikan tingkat rentabilitas (ROA) yang antara lain karena membaiknya tingkat efisiensi perbankan.

"Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross dan NPL net yang menurun dan relatif stabil masing-masing menjadi 2,43% dan 0,77%," tulis OJK.

Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) juga cukup baik dengan kredit/pembiayaan dan DPK masih tumbuh tinggi meski melambat dibandingkan tahun sebelumnya, khususnya pada BPRS. Rasio permodalan juga cukup kuat dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 30,94% dan 28,12%.

Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas, serta potensi peningkatan risiko kredit seiring peningkatan biaya dana yang dapat berdampak pada penurunan daya beli nasabah.

Untuk itu, perbankan didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko khususnya terkait penurunan kualitas kredit restrukturisasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik, yang disertai dengan kebijakan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.

"Selanjutnya, OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat," kata Dian.

(shc/das)

Hide Ads