Bank Sentral Jepang Akhiri Era Suku Bunga Negatif, Ada Apa?

Bank Sentral Jepang Akhiri Era Suku Bunga Negatif, Ada Apa?

Samuel Gading - detikFinance
Selasa, 19 Mar 2024 13:39 WIB
FILE PHOTO: A Japanese flag flutters atop the Bank of Japan building in Tokyo, Japan, September 21, 2016.
Ilustrasi/Foto: REUTERS/Toru Hanai/File Photo
Jakarta -

Bank Sentral Jepang (BOJ) resmi mengakhiri kebijakan suku bunga negatif dan berbagai kebijakan tidak biasanya pada Selasa (18/3). Kebijakan suku bunga negatif sudah terlaksana selama delapan tahun terakhir.

Perubahan itu dinilai bersejarah karena BOJ selama satu dekade terakhir fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui stimulus moneter besar-besaran. Keputusan tersebut membuat BOJ menjadi bank sentral terakhir di dunia yang menerapkan kebijakan suku bunga negatif. Hal ini menandai berakhirnya era metode mendorong pertumbuhan ekonomi lewat uang murah dan alat moneter non-konvensional.

"BOJ hari ini mengambil langkah pertama dan tentatif menuju normalisasi kebijakan. Penghapusan suku bunga negatif menandakan keyakinan BOJ bahwa Jepang telah keluar dari cengkeraman deflasi," kata Kepala Ekonom Asia HSBC Frederic Neuman dilansir Reuters, Selasa (19/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam keputusan yang sudah diperkirakan banyak pihak, BOJ membatalkan kebijakan penerapan biaya 0,1% kepada sejumlah lembaga keuangan yang memiliki kelebihan cadangan uang yang 'diparkir' di BOJ. Kebijakan itu sudah diterapkan sejak 2016.

Sebagai gantinya, BOJ menerapkan suku bunga overnight call sebagai kebijakan suku bunga terbaru. BOJ juga meninggalkan kebijakan pengendalian kurva imbal hasil atau yield curve control (YCC) yang sudah diterapkan sejak 2016. YCC membatasi suku bunga panjang berkisar di angka nol.

ADVERTISEMENT

Namun dalam pernyataan resminya, BOJ mengatakan pihaknya akan terus membeli obligasi pemerintah seperti yang sudah dilakukan sebelumnya dan akan meningkatkan jumlah pembelian jika imbal hasil meningkat dengan cepat.

Di sisi lain, BOJ juga memutuskan untuk menghentikan pembelian aset berisiko seperti dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) dan dana investasi real estat Jepang.

"Kami menilai pencapaian target harga kami yang berkelanjutan dan stabil sudah terlihat," tegas BOJ.

Inflasi Jepang lampaui target. Cek halaman berikutnya.

Lihat juga Video: Detik-detik Roket Space One Kairos Jepang Meledak saat Diluncurkan

[Gambas:Video 20detik]




Dengan inflasi Jepang yang telah melampaui target BOJ sebesar 2% selama setahun terakhir, banyak pelaku pasar memperkirakan kebijakan suku bunga negatif akan berakhir pada Maret atau April 2024. Selain itu sebagai tanda kenaikan suku bunga di masa depan akan bersifat moderat, BOJ mengatakan kondisi keuangan yang akomodatif akan dipertahankan untuk saat ini.

Meskipun langkah tersebut adalah kenaikan suku bunga pertama Jepang dalam 17 tahun terakhir, sejumlah analis memperkirakan suku bunga Jepang bakal tetap berkisar di angka nol. Hal ini dikarenakan situasi ekonomi yang rapuh memaksa BOJ untuk memperlambat kenaikan biaya pinjaman.

Imbas pengumuman tersebut, indeks saham Jepang terpantau fluktuatif. Nilai mata uang Yen melemah hingga 150 per dolar AS, situasi ini terjadi karena mayoritas investor memperkirakan perbedaan suku bunga antara Jepang dan Amerika Serikat tidak akan terlalu menyempit.

Taruhannya tinggi. Lonjakan imbal hasil obligasi bakal meningkatkan biaya pendanaan utang publik Jepang yang sudah sangat besar, jumlahnya berukuran dua kali lipat perekonomiannya, dan merupakan yang terbesar di antara negara-negara maju.

Berakhirnya kebijakan penyedia dana murah terakhir di dunia itu pun dapat mengguncang pasar keuangan global. Sebab, mayoritas investor Jepang, yang mengumpulkan investasi luar negeri untuk mencari imbal hasil, diyakini bakal mengalihkan uang kembali ke negara asal.

Berdasarkan catatan detikcom, Jepang menerapkan kebijakan suku bunga negatif untuk memulihkan perekonomian. BOJ mendorong agar masyarakat Jepang membelanjakan uang untuk mendorong konsumsi masyarakat.

Kebijakan suku bunga negatif diharapkan membuat masyarakat membelanjakan dana yang ditaruh di bank ke sektor yang lebih produktif agar perekonomian bergerak.

Halaman 2 dari 2
(ara/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads