Iuran Tapera Bikin Kantong Pekerja Kelas Menengah Makin Tipis!

Iuran Tapera Bikin Kantong Pekerja Kelas Menengah Makin Tipis!

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 28 Mei 2024 16:23 WIB
KPR-Tapera
Foto: Istimewa (Dok KPR-Tapera)
Jakarta -

Pemerintah mewajibkan para pekerja yang memiliki gaji minimal UMR menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Akibatnya para pekerja yang sudah terdaftar ini harus membayar iuran sebesar 3% dari gaji bulanan mereka.

Hal ini sebagaimana yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan kebijakan ini akan sangat memberatkan isi kantong para pekerja. Khususnya mereka yang berasal dari kalangan kelas menengah ke bawah atau sudah memiliki banyak pengeluaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebab menurutnya, dengan adanya aturan ini para pekerja harus membayar tambahan iuran yang manfaatnya sudah ada dalam iuran lain, yakni BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga para pekerja terkesan harus membayar iuran

"Saya melihat kebijakan itu tidak tepat dan terkesan memaksa masyarakat gitu, wajib (jadi peserta Tapera) kan. Karena dalam PP 21 Tahun 2024 itu tidak dijelaskan kalau misalnya mereka yang sudah punya KPR tetap harus jadi peserta," kata Trubus saat dihubungi detikcom, Selasa (28/5/2024).

ADVERTISEMENT

"Kan sekarang ini ada kebijakan melalui BPJS Ketenagakerjaan, mereka kan bisa mengajukan KPR untuk beli atau renovasi rumah. Tapi itu nanti melalui PP 21 (Tahun 2024) kan tetap membayar itu (iuran untuk pinjaman pembelian rumah). Kan jadi berat karena bayarnya dua kali, double-double gitu," terangnya.

Belum lagi, menurutnya kebijakan ini akan lebih memberatkan pengeluaran bagi mereka pekerja mandiri atau freelance. Sebab para pekerja mandiri ini harus membayar penuh iuran sebesar 3% dari total pendapatan mereka.

Kondisi ini sedikit berbeda untuk para pekerja formal yang sebagian iurannya dibayarkan perusahaan atau pemberi kerja. Di mana peserta membayar 2,5% dan 0,5% sisanya dibayarkan pemberi kerja.

"Sekarang pemerintah itu membebani (iuran) 3% ke Tapera. Itu kan bebannya berat sekali (untuk pekerja mandiri), orang dia kerjanya nggak mesti (tidak tentu) dan bagaimana dia dipaksa membayar ini. Sementara ada lagi yang namanya BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan) dia juga harus bayar," terang Trubus.

Senada dengan itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio juga mengatakan aturan terkait kepesertaan Tapera ini kurang tepat untuk diterapkan. Sebab menurutnya tidak semua pekerja membutuhkan layanan Taspen.

"Di situ (PP 21 Tahun 2024) kan nggak disebutin kalau saya sudah punya rumah, terus saya musti iuran. Terus kalau saya tidak iuran, saya didenda atau nggak," katanya.

Kondisi ini juga dinilai dapat memberatkan sebagai pekerja yang sudah memiliki banyak tanggungan pengeluaran. Walaupun ada juga menurutnya yang mungkin tidak merasa keberatan harus membayar iuran Tapera ini.

"Tergantung, kan nggak bisa disamaratakan (semua orang terbebani iuran Tapera), kalau Anda gaji Rp 3 juta tapi sudah punya rumah, terus Anda disuruh bayar atau nggak. Ada belum aturannya, belum kan?" ucap Agus.

"Nah terus tempatnya (rumah yang bisa dibeli dengan dana Taspen) di mana? kalau jauhnya 30 km (dari tempat kerja), cost-nya buat transportasi kan mahal, berat nggak itu (untuk peserta). Nah itu masalahnya," pungkasnya.

(fdl/fdl)

Hide Ads