Kondisi perekonomian dunia sedang tidak baik-baik saja. Meski begitu, Calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyebut Indonesia bisa menjaga laju perekonomian.
Ia menyebut ekonomi tetap terjaga dan terus mengalami pertumbuhan. Hal ini disampaikan Destry saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di Komisi XI DPR.
"Alhamdulillah, di tengah kondisi ekonomi global yang cukup sulit, Indonesia masih dapat menjaga pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan yang cukup solid. Ekonomi tumbuh 5,05% di tahun 2023, dan terus tumbuh 5,11% di kuartal I 2024, dan diperkirakan 2024 dan 2025 akan berada di range 4,7% sampai 5,5%, dan 4,8% sampai 5,6%," katanya dalam rapat tersebut, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara inflasi terkendali di level 2,61% yoy di 2023, dan mencapai 3% secara yoy pada April 2024. Adapun inflasi inti berada di level 1,82% atau sesuai target yang dipasang BI di kisaran 1,5% sampai 3,5% di 2024.
Dalam kesempatan itu Destry juga menyampaikan terima kasih atas kinerja pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi pangan. Menurutnya inflasi pangan terus mengalami penurunan ke level yang lebih terkendali.
"Inflasi pangan atau volatile food yang selama ini menjadi momok bagi perekonomian kita, khususnya inflasi dapat secara bertahap turun ke level yang lebih manageable," ungkapnya.
Di sisi lain, situasi global saat ini dalam kondisi yang tidak baik, dengan pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat. Ia sempat menyinggung soal pandemi COVID-19, konflik Rusia-Ukraina, hingga Israel-Palestina yang berkaitan dengan volatility, uncertainty, complexity, ambiguity (VUCA).
Kemudian, negara maju masih berjuang dengan inflasi yang tinggi, sementara inflasi di negara berkembang lebih terkendali. Hal ini berdampak pada suku bunga yang ditahan pada level tinggi dalam periode yang lama.
"Di negara maju inflasi mereka masih di atas target, sementara emerging market inflasinya sudah jauh di bawah target mereka. High for longer dicerminkan dengan inflasi tinggi, akibatnya suku bunga kebijakan di masing-masing negara, khususnya negara maju, akan dipertahankan tinggi dalam waktu yang lama," bebernya.
"Ini menyebabkan yield USD Bond akan tetap tinggi sehingga mendorong penguatan dolar index terhadap mata uang kuat negara lainnya, yang mana ini berpotensi mendorong outflow dari emerging market," pungkasnya.
Simak Video: Ekonom Senior Ingatkan Politisi soal Kondisi Ekonomi RI Seusai Pemilu 2024