Pemerintah mewajibkan semua pekerja menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 2027. Salah satu manfaat menjadi peserta Tapera adalah mendapatkan kredit dengan angsuran lebih murah.
Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan peserta bisa mendapatkan cicilan murah sekaligus tetap dengan bunga 5%. Kemudian tiap bulannya angsuran juga ditambahkan dengan iuran Tapera sebanyak 3%.
Misalnya, untuk kredit satu unit rumah susun dengan harga Rp 300 juta, menurut Heru, peserta BP Tapera hanya perlu membayar cicilan Rp 2,1 juta, sementara angsuran KPR pada umumnya hingga Rp 3 jutaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai skema Tapera belum mampu untuk mencukupi masyarakat Indonesia membeli rumah. Dia menyebut dengan asumsi gaji Rp 5 juta saja, tabungan yang didapatkan hingga pensiun masih di bawah Rp 90 juta.
"Nggak cukup (uang dari Tapera). Jadi menurut saya, dari segi kemampuan masyarakat sendiri mengakses menabung Rp 5 juta masih di bawah 90 juta sekian tahun. Jadinya, terlambat. Jadinya, nggak mungkin bisa dapat," kata Tauhid kepada detikcom, Selasa (4/6/2024).
Memang Tapera menawarkan skema cicilan yang murah, tapi Tauhid menjelaskan hal tersebut justru menambah beban ekonomi bagi masyarakat. Menurutnya, permasalahan yang terjadi di masyarakat bukan hanya terkait pembiayaan, tapi juga akses transportasi yang terjangkau.
Tauhid bilang sebagian besar lokasi rumah MBR jauh dari akses transportasi dan tempat kerja sehingga membuat biaya transportasi mahal. Hal inilah yang membuat banyak orang memilih lebih baik menyewa apartemen atau mencari kos-kosan yang lebih dekat dengan tempat kerja.
Untuk itu, dia menegaskan subsidi pemerintah, seperti program subsidi uang muka, juga tetap perlu dilanjutkan agar tujuan tersebut dapat tercapai.
"Keditnya memang jauh lebih murah dengan Tapera ini, tapi itu juga menimbulkan problem bagi mereka karena beban mereka bukan hanya rumah saja tapi kebutuhan rumah tangga lain, seperti transportasi yang mahal jadi harus dipecahkan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan saat ini daya beli masyarakat tengah mengalami tren penurunan. Dari sisi konsumsi, proporsi konsumsi masyarakat terhadap pengeluaran terus turun sementara proporsi kewajiban cicilan kredit itu meningkat.
"Sehingga ketika diwajibkan terhadap potongan terhadap gaji pemilikan rumah ini menjadi lebih bergejolak karena posisinya tidak setiap orang mau apalagi kalau kita berbicara berdasarkan lapisan golongan pendapatan kalangan menengah ke bawah akan lebih berat untuk kemudian ada potongan yang sifatnya wajib tambahan di samping yang sudah ada seperti BPJS dan kredit cicilan yang lain," kata Faisal.
Dia menilai Tapera ini tidak dapat dirasakan manfaatnya secara langsung, berbeda dengan BPJS Kesehatan. Selain itu, dia juga menyebut peserta Tapera tidak diberikan jaminan lokasi lahan yang dapat dibangun.
Belum lagi dengan harga lahan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Apabila hal tersebut tidak juga diatasi, Faisal bilang penyediaan rumah bagi masyarakat juga tidak akan tercapai.
"Bukan hanya dari sisi pembiayaan, tapi dari pengadaan lahan makin mahal. Bisa jadi pembiayaan lewat Tapera tidak dapat mengejar harga rumah. Kalau ini tidak disentuh jadi tidak mengatasi permasalahan yang ada," jelasnya.
Simak Video: Hasto Soal Kebijakan Gaji Dipotong Tapera 3%: Bentuk Penindasan Baru