Anggota Komisi IX DPR RI mencecar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menunda rencana kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang akan diganti menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Seperti yang disampaikan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani bahwa jangan memaksakan program KRIS untuk dilaksanakan pada 2025. Ia juga meminta untuk pemerintah bertanya kepada masyarakat apakah sanggup jika ada perubahan iuran BPJS Kesehatan.
Seperti diketahui, jika kelas BPJS 1,2,3 digantikan menjadi KRIS, maka iurannya tidak lagi berbeda-beda. Menurut Irma, masyarakat miskin yang memiliki iuran rendah akan meningkat, sementara peserta kelas I atau orang kaya akan menurun. Padahal konsep BPJS Kesehatan harusnya gotong-royong
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya minta pikirkan baik-baik, lakukan evaluasi, benerin yang kami omongin hari ini, dibenerin dulu. Kemudian baru laksanakan. Jangan dipaksakan. Kalau dipaksakan gaduh pak, percaya deh," ujar dia dalam rapat bersama Kemenkes, DJSN, hingga BPJS Kesehatan, di DPR RI, Kamis (6/6/2025).
Kemudian, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto juga mengatakan bahwa penerapan KRIS ini akan mengurangi tempat tidur di rumah sakit sangat signifikan. Dampaknya, jika rumah sakit penuh, peserta BPJS dengan menggunakan KRIS akan kehilangan akses atau fasilitasnya.
"Kehilangan (tempat tidur) 50% tidak 23.000 pak. Jadi dari 253 ribu, tempat tidur aturannya, 40% (rumah sakit swasta) dan 60% (rumah sakit pemerintah) hitungan saya kita kehilangan 125.000 tempat tidur. Itu yang saya anggap menurunkan akses orang, ketika sakit, tempat tidur nggak ada, kehilangannya, ujung-ujungnya daripada dia mati, masuk kelas umum pak, kalau kelas umum dia bayar lagi," ujar dia.
Apalagi, penerapan KRIS ini iuranya tidak lagi berbeda-beda atau single tarif. Menurutnya hal itu akan membebankan masyarakat kelas bawah, di mana sudah membayar iuran BPJS setiap bulan tetapi dikhawatirkan dengan KRIS pelayanannya malah menurun.
"Ini menjadi beban masyarakat, saya sudah bayar BPJS, sakit, saya nggak bisa akhirnya menggunakan kelas umum, terakhirnya bayar lagi, ini persoalan besarnya di situ," terangnya.
Menanggapi cecaran itu, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan evaluasi sebelum diterapkan 30 Juni 2025. Pihaknya juga akan menentukan nanti apakah program itu akan ditunda atau dilanjutkan.
"Evaluasi, masukan tersebut akan kami jadikan masukan pada program KRIS ini, apakah disetujui, diteruskan atau dievaluasi terlebih dahulu atau ditunda sementara, akan kita tetapkan," ungkapnya.
Dante mengatakan sebenarnya, program KRIS seharusnya dilaksanakan 2022. Jadi penundaannya sebelumnya sudah cukup lama.
"Kami melakukan evaluasi Undang-udang 40 tahun 2024 pasal 53 a-b, harusnya paling lambat (berlaku) di 2022. Tetapi evaluasi tenis belum bisa kami lakukan di 2022 tersebut. Maka kami akan melakukan pengunduran waktu dengan Peraturan Presiden No. 59," jelasnya.
Kemudian terkait hitung-hitungan bekurangnya tempat tidur di rumah sakit akibat penerapan KRIS, Dante mengatakan akan melakukan evaluasi lagi, apa lagi terkait dengan dampak kepada peserta.
"23.000 tadi hasil dari kesiapan yang dibagikan kepada RS, kemudian dikembalikan ke kami. Terkait masukan bapak itu efektif, akan kami evaluasi lagi, makasih," jelas dia.
(ada/das)