Basuki Menyesal soal Tapera, Indef: Ditunda dan Tidak Perlu Potong Gaji

Basuki Menyesal soal Tapera, Indef: Ditunda dan Tidak Perlu Potong Gaji

Retno Ayuningrum - detikFinance
Jumat, 07 Jun 2024 13:33 WIB
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai Rapat di DPR, Kamis (6/6/2024).
Foto: Ilyas Fadilah/detikcom
Jakarta -

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekaligus Komisioner Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Basuki Hadimuljono terlihat menyesal lantaran program Tapera memancing amarah rakyat.

"Dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul," katanya usai Rapat Kerja di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024) lalu.

Lantas akankah skema tersebut ditunda?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai aturan tersebut sebaiknya ditunda dengan mengubah skemanya. Menurutnya, skema Tapera harus bersifat sukarela, bukan wajib. Dengan begitu, tidak perlu diambil dari potong gaji.

"Pertama ya ditunda dengan adanya perbaikan. Tentu saja skemanya yg bersifat wajib jadi sukarela. Tidak perlu potong gaji karena sifat sukarela silakan mau tabung berapa saja," kata Tauhid kepada detikcom, Jumat (7/6/2024).

ADVERTISEMENT

Tauhid menyebut aturan tersebut perlu adanya pilot project agar seseorang bisa mendapatkan rumah dalam rentang waktu 5-10 tahun. Sebab, apabila menunggu pensiun, harga rumah dan tanah semakin tinggi.

Di sisi lain, Tauhid bilang dengan skema Tapera saat ini, dapat menambah beban menjadi dua kali lipat.

"Dengan skema sekarang harus nabung harus kredit jadinya beban dua kali. Ketika menabung, tentu tidak dibatasi karena kalau butuh cepat (rumah) harus menabung besar kalau nggak mau buru-buru. Ya suka-suka mereka berapa mampunya," jelasnya.

Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pemerintah perlu menyediakan skema dengan berbagai macam pilihan. Sebab, masyarakat Indonesia mempunyai penghasilan yang berbeda-beda.

"Karena masyarakat kompleks dari penghasilan yang kecil hingga besar. Mereka punya preferensi yang berbeda. Ketika diwajibkan sama semua, skemanya samaa menjadi bergejolak," kata Faisal.

Skema saat ini memang menawarkan kredit dengan angsuran murah sebesar 5%. Namun, hal tersebut juga tidak mudah bagi masyarakat karena harus mencari lahan dan rumah sendiri.

Berbeda dengan Tapera PNS, lanjut Faisal, sudah ditawarkan lokasi lahan dan rumahnya. Belum lagi, skema saat ini yang hanya bisa diambil saat pensiun.

"Apalagi kemudian sudah punya kredit murah suku bunga 5% tetap aja mereka harus mencari di mana lahan dan rumahnya itu pun tidak sesederhana yang dipikirkan. Jadi makanya perlu ada opsi itu tadi," imbuhnya.

(rrd/rir)

Hide Ads