Bos BTN Ungkap Bank Berlomba-lomba Kerek Bunga Simpanan Kala BI Rate Tinggi

Bos BTN Ungkap Bank Berlomba-lomba Kerek Bunga Simpanan Kala BI Rate Tinggi

Samuel Gading - detikFinance
Senin, 08 Jul 2024 13:43 WIB
Dirut BTN Nixon LP Napitupulu
Dirut BTN Nixon LP Napitupulu/Foto: (istimewa/BTN)
Jakarta -

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Nixon LP Napitupulu, buka-bukaan mengenai situasi perbankan di Indonesia. Ia mengatakan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate yang tinggi membuat bank-bank nasional bersaing menetapkan tingkat suku bunga simpanan.

"Suku bunga BI Rate-nya naik itu langsung diikuti dengan persaingan suku bunga di antara bank," ucap Nixon di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024).

Dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Komisi VI DPR RI, Nixon membeberkan, persaingan penetapan suku bunga antar bank nasional memicu naiknya biaya dana bank atau Cost of Fund (CoF).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Nixon mengatakan bahwa bunga simpanan bank turut berkompetisi dengan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Tingkat imbas hasil instrumen surat berharga berdenominasi rupiah yang diterbitkan BI itu sekarang di atas 7%.

"Jadi ini membuat semacam reference rate untuk orang-orang meminta suku bunga (lebih tinggi). Institusi besar pasti mintanya juga sudah tinggi-tinggi, bahkan contoh di akhir tahun lalu bidding-nya sudah di atas 7 persen," kata Nixon.

ADVERTISEMENT

Suku bunga yang lebih tinggi lantas membuat CoF perbankan juga tinggi. Sebab, Nixon menjelaskan tingkat suku bunga yang perlu dibayarkan bank adalah salah satu komponen pembentuk CoF.

Walhasil di BTN, Nixon mengatakan tingkat CoF telah mencapai angka 4,2% pada kuartal I-2024. Ini lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 3,6%.

Dia mengatakan, BTN punya tugas besar untuk menurunkan CoF secepat mungkin di tengah situasi bunga referensi yang cukup mahal. Merespons tingginya CoF, BTN telah memutuskan untuk merevisi target pertumbuhan kredit pada 2025, dari 13-14% menjadi 10-11%.

"Kita mengambil sikap menurunkan sedikit pertumbuhan kredit karena harga bahan bakunya sudah lebih mahal," pungkasnya.

(ara/ara)

Hide Ads