Transaksi judi online terus diberantas, termasuk di sektor keuangan. Apalagi, dalam sekali transaksi judi online yang dilakukan tergolong kecil, yaitu Rp 100.000.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk membuat sistem yang dapat merekam transaksi kecil tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya telah mendorong perbankan untuk menerapkan sistem anti pencucian uang sejak fenomena judol makin subur.
"Sudah sejak isu judol ini mengemuka kita sudah minta agar anti fraud seluruh bank," kata Dian kepada detikcom, Kamis (1/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dian menambahkan, industri perbankan kini membuat parameter dan tipologi untuk memantau transaksi mencurigakan yang nilai transaksinya kecil dan dananya sering ditarik dengan cepat.
Untuk meningkatkan efek jera bagi pemain judol, OJK telah berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti perbankan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dian menjelaskan, pertama kali yang dilakukan pihaknya akan memblokir rekening bank. Kemudian mengirimkan daftar rekening ke PPATK untuk ditetapkan status pelaku dan transaksi.
"Setelah klarifikasi PPATK kita akan kenakan larangan membuka rekening di bank, tergantung tingkat keseriusan keterlibatan mereka," terangnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan ada sistem yang dapat mendeteksi transaksi judi online dengan nominal kecil. Sistem itu dapat melacak transaksi-transaksi yang mencurigakan dalam sistem perbankan, meskipun nominalnya kecil.
Nominal sekali transaksi judi online berkisar Rp 100.000. Di sisi lain, perbankan baru dapat melapor ke PPATK jika transaksi mencurigakan di atas Rp 500 juta.
"Sama kayak misalnya sekarang pemerintah, sangat valid untuk berusaha memberantas judi online dan sebagainya. Kami minta kepada pemerintah, ayo bikin aplikasi supaya bisa menangkap aktivitas-aktivitas yang mencurigakan," kata Mirza dalam acara Digital Bank Summit, Jakarta, Selasa (23/7/2024).
(ara/ara)