Sinyal Ekonomi Dunia Melemah, Bos OJK Wanti-wanti Sektor Jasa Keuangan

Sinyal Ekonomi Dunia Melemah, Bos OJK Wanti-wanti Sektor Jasa Keuangan

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 01 Okt 2024 15:09 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar (ketiga kanan) dan Kepala Eksekutif Pengawas PEPK OJK Friderica Widyasari Dewi (keempat kiri) menghadiri peluncuran Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) 2023-2027 di Jakarta, Selasa (12/12/23). Peta Jalan Pengawasan PEPK 2023-2027 bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang terliterasi, terinklusi dan terlindungi, serta menciptakan pelaku usaha jasa keuangan yang berintegritas. ANTARA FOTO/Humas OJK/YU
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar/Foto: ANTARA FOTO/HUMAS OJK
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan saat ini kondisi sektor jasa keuangan Indonesia terjaga stabil dan pasar keuangan menguat di tengah sentimen positif pemangkasan suku bunga di berbagai negara. Meski begitu, masih ada ancaman pelemahan aktivitas ekonomi global.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya tetap mewaspadai prospek aktivitas ekonomi dunia yang melemah. Pertumbuhan ekonomi terindikasi turun di mayoritas negara utama seperti Amerika Serikat (AS) dan China.

"The Fed menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi AS di 2024 dan diikuti kenaikan level pengangguran dan penurunan inflasi," kata Mahendra dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB, disiarkan lewat YouTube OJK, Selasa (1/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian di China, lanjut Mahendra, terdapat penurunan aktivitas manufaktur sehingga mendorong peningkatan pengangguran ke level tertinggi dalam enam bulan terakhir. Jumlah pengangguran muda juga meningkat.

Tekanan perekonomian di Eropa juga semakin dalam, terlihat dari penurunan outlook pertumbuhan dan proyeksi inflasi yang meningkat. Mahendra mengatakan, perkembangan tersebut membuat bank sentral global memulai siklus penurunan suku bunga yang agresif, misalnya The Fed menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate 50 bps.

ADVERTISEMENT

"Bank sentral Tiongkok PBOC cukup agresif mendukung perekonomian dengan menurunkan suku bunga kebijakannya dan berjanji akan mengambil kebijakan akomodatif lanjutan di antaranya dengan menurunkan (rasio) GWM 50 bps untuk meningkatkan likuiditas perbankan," ujar Mahendra.

Selain itu, pemerintah China juga menurunkan uang muka untuk pembelian rumah, serta memperpanjang dukungan ke sektor properti selama dua tahun untuk mendorong geliat ekonomi domestiknya.

Kemudian, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) juga telah memulai kebijakan penurunan suku bunga. Kebijakan moneter global yang akomodatif tersebut mendorong kenaikan likuiditas di pasar keuangan, tercermin dari penguatan pasar keuangan global di mayoritas negara.

Sedangkan di Indonesia, lanjut Mahendra, perekonomian terjaga stabil dengan tingkat inflasi terjaga dan neraca perdagangan surplus. Meski penurunan suku bunga mendatangkan sentimen positif di pasar keuangan, menurutnya masih terdapat ancaman yang perlu diwaspadai.

"Sinyal pelemahan kinerja ekonomi global, tensi geopolitik yang masih persisten tinggi, dan koreksi terhadap harga komoditas mengakibatkan risiko ketidakpastian ke depan masih tinggi. Perlu diwaspadai oleh sektor jasa keuangan dan perlu melakukan Langkah antisipatif ke depan," kata dia.

Di sisi lain, Mahendra juga melaporkan langkah penguatan kerja sama dengan Bank Negara Malaysia (BNM). Ia telah bertemu langsung dengan Gubernur BNM Abdul Rasheed Ghaffour.

"Membahas berbagai kerja sama, khususnya potensi kolaborasi di bidang perbankan syariah, keuangan berkelanjutan, dan perkembangan lembaga jasa keuangan di kedua negara," ujarnya.

Simak juga Video 'OJK Blokir 6.000 Akun yang Terlibat Judi Online':

[Gambas:Video 20detik]

(shc/ara)

Hide Ads