PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) merespons terkait penerbitan PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang Piutang Macet Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Setidaknya ada sejumlah poin yang menjadi perhatian oleh BRI.
"BRI menyambut baik dan mengapresiasi langkah cepat Pemerintah atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2024 tentang Piutang Macet Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)," kata Direktur Bisnis Mikro BRI Supari dalam keterangan resminya, Selasa (12/11/2024).
Dia menjelaskan kebijakan hapus tagih sebelumnya telah tertuang pada UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Adanya PP Nomor 47 tahun 2024 menjadi kebijakan yang lebih teknis (operatif) terutama kriteria kredit atau nasabah yang dapat dihapustagihkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Supari mengatakan adapun kriteria sebagaimana dikutip pada PP No 47 Tahun 2024 , penghapustagihan piutang macet dapat dilakukan pada (Pasal 6 Ayat 1): kredit atau pembiayaan UMKM yang merupakan program pemerintah yang sumber dananya dari Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN, yang sudah selesai programnya saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Kredit atau pembiayaan UMKM di luar program pemerintah yang penyalurannya menggunakan dana dari Bank dan atau lembaga keuangan non-Bank BUMN yang bersangkutan; atau kredit atau pembiayaan UMKM akibat terjadinya bencana alam berupa gempa, likuifaksi, atau bencana alam lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan atau instansi yang berwenang.
Kredit atau pembiayaan yang dihapus tagih diatas harus memenuhi kriteria sebagai berikut* (Pasal 6 Ayat 2): nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500 juta per debitur atau nasabah; telah dihapusbukukan minimal 5 (lima) tahun pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku; bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit atau pembiayaan; dan tidak terdapat agunan kredit atau pembiayaan atau terdapat Agunan kredit atau pembiayaan namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau Agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman/ kewajiban nasabah.
"Disamping itu, kebijakan penghapusan piutang macet dalam PP ini berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berlakunya PP (Pasal 19)," jelasnya.
Adapun jumlah kredit BRI yang dapat dihapus sesuai kriteria tersebut saat ini tengah dihitung, dan agar dapat segera diimplementasikan BRI juga mempersiapkan perangkat kebijakan internal.
"Untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program pemerintah yang sumber dananya dari Bank dan saat ini programnya masih berjalan, sehingga sesuai pasal 6 ayat 1, PP No.47 Tahun 2024 maka KUR tidak termasuk kriteria yang dapat dihapus tagih," tuturnya.
Menurutnya, dengan adanya kebijakan ini maka pelaku UMKM yang sebelumnya tidak bisa mendapatkan pembiayaan karena masuk dalam daftar hitam (blacklist) namun masih memiliki potensi usaha dan memenuhi kriteria penghapusan tagihan dapat memiliki kesempatan kembali untuk mengakses pembiayaan atau kredit sehingga bisa melanjutkan dan mengembangkan usahanya.
"β Kebijakan penghapustagihan kredit tersebut dapat dipastikan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan bank, karena kredit yang dihapus tagih telah di hapus buku sebelumnya," jelasnya.
Dia mengatakan perlu diketahui di industri pembiayaan terkait dengan pengelolaan kredit bermasalah, di antaranya dilakukan melalui hapus buku dan hapus tagih.
Hapus buku merupakan penghapusan pencatatan pinjaman dari neraca dengan kriteria tertentu sesuai dengan kebijakan internal bank seperti kategori macet, sudah dicadangkan 100%, dan sebagainya. Hapus buku tidak menghilangkan kewajiban debitur membayar pinjaman, sehingga penagihan tetap dilakukan.
Sementara itu, untuk hapus tagih merupakan penghapusan kewajiban debitur atas kredit yang sudah dihapus buku. Sehingga pinjaman tidak ditagih kembali. Kebijakan hapus tagih dilakukan pada kondisi & persyaratan tertentu misalnya nasabah yang terkena bencana alam nasional dan telah diputus dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan sebagainya.
Implementasi dari kebijakan penghapustagihan kredit harus dilakukan dengan kriteria yang ketat sebagai antisipasi terhadap potensi moral hazard.
Oleh karena itu, edukasi kepada nasabah merupakan hal yang penting, bahwa kredit yang dihapus tagih berasal dari dana simpanan masyarakat yang harus dikembalikan oleh bank. Sehingga moral hazard terhadap kebijakan ini dapat dihindari dan diantisipasi agar stabilitas perbankan nasional terjaga dengan baik.
"BRI optimis bahwa dengan adanya sinergi yang baik antara pemerintah dan sektor keuangan dapat mendorong kemajuan pelaku UMKM. Serta mewujudkan ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkeadilan," tutupnya.
(ega/ega)