Bos BCA Beberkan Strategi Kerek Kredit

Bos BCA Beberkan Strategi Kerek Kredit

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 23 Jan 2025 20:30 WIB
Menara BCA Thamrin
BCA/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, daya beli masyarakat cukup terbantu pada 2020-2021 dengan keberadaan bantuan sosial (bansos) serta dukungan berbagai promo e-commerce yang dalam masa bakar uang.

Namun, bila dibandingkan dengan saat ini, menurutnya kondisi telah cukup berbeda. Harga-harga mulai merangkak naik, misalnya saja di sisi e-commerce, usai melewati masa bakar duit tersebut, sejumlah biaya seperti layanan antar kian mahal.

"Artinya apa? Buying power ini makin melemah dan itu terefleksi dari penjualan para produsen kita, SME komersil yang relatively agak stagnan. Itu menyebabkan kita tahun ini harus lebih hati-hati dalam menentukan pricing daripada kredit konsumer ini," kata Jahja dalam konferensi pers Paparan Kinerja Tahun 2024 BCA, disiarkan secara virtual, Kamis (23/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jahja mengatakan, pihaknya perlu membuat strategi yang lebih kompetitif dalam menentukan kredit konsumer, misalnya melalui kredit KPR. BCA memiliki paket KPR yang relatif sangat murah. Meski demikian, juga perlu diperhatikan apakah cicilan tersebut betul-betul bisa dilunasi konsumen. Jangan sampai konsumen memilih mengambil cicilan hanya karena melihat bunganya murah. Apalagi mengingat cicilan KPR dilakukan tidak hanya 1-2 tahun, tapi ada yang sampai 15 tahun.

"Apa yang harus kita perhatikan? Saat ini kalau dia pinjam, sampai the whole time dia bisa bayar. Kalau nggak, hanya di awal saja dia bisa bayar, ternyata 1 tahun, 2 tahun dia macet," ujar dia.

ADVERTISEMENT

"Karena begitu harga disesuaikan dengan kondisi semula, itu cicilan pasti akan naik. Jadi itu ada risiko tidak bisa dipenuhi oleh customer. Nah, dia masuk karena melihat bunga murah doang, cicilan kecil. Jadi itu kita harus agak hati-hati," sambungnya.

Atas kondisi tersebut, menurutnya perlu kehati-hatian dalam menentukan kredit konsumer. Selaras dengan itu, BCA akan kembali melihat dan mendalami daftar harga produknya. Di samping itu, apabila melihat tren dari kredit konsumer sepanjang 2024, dari total KPR yang disediakan BCA sebanyak 23.000, hanya ada sebanyak 6.000 yang betul-betul mempergunakannya untuk kebutuhan rumah. Sedangkan 16.000 sisanya untuk bisnis.

"Ternyata lebih banyak yang menggunakan itu untuk refinancing. Arti apa? Mereka sebenarnya menggunakan itu untuk modal kerja. Nah, ini juga harus kita perhatikan. Mungkin real demand terhadap perumahan, tapi mereka untuk replace mereka punya kebutuhan modal kerja. Itu yang kita harus amati. Kalau memang business tahun ini juga agak slow down, itu akan berkurang," katanya.

Jahja berharap, kredit konsumer tahun ini bisa tetap meningkat seiring dengan membaiknya daya beli. Namun, pihaknya juga siap untuk menghadapi kondisi terburuknya dengan melakukan berbagai penyesuaian.

Sebagai informasi, BCA mencatatkan sepanjang 2024 kredit komersial naik 8,9% YoY mencapai Rp 137,9 triliun, dan kredit UKM tumbuh 14,8% mencapai Rp 123,8 triliun. Total portofolio kredit konsumer naik 12,4% YoY menyentuh Rp223,7 triliun, ditopang KKB yang meningkat 14,8% YoY mencapai Rp 65,3 triliun dan KPR sebesar 11,2% YoY menjadi Rp 135,5 triliun. Outstanding pinjaman konsumer lain (mayoritas kartu kredit) tumbuh 12,8% YoY menjadi Rp 22,9 triliun.

(shc/ara)

Hide Ads